ARAKAN, (Panjimas.com) – Kepolisian Myanmar telah menangkap lima pemuda Muslim Rohingya, berusia 12 sampai 27 tahun, saat kelima remaja itu sedang dalam perjalanan munju ke ibukota Yangon, dilansir oleh Arakan News Agency (ANA).
Kelima pemuda Rohingya itu mencoba untuk masuk ke ibukota Yangon, diduga dalam upaya melarikan diri akibat tindakan provokatif dan pelecehan harian otoritas Myanmar terhadap warga Muslim Rohingya di negara bagian Arakan.
Sebelum mereka dapat masuk ke wilayah ibukota Yaangon, mereka telah ditangkap oleh Kepolisian Myanmar.
Mengutip laporan Arakan News, pihak berwenang Myanmar telah menolak untuk mengizinkan keluarga kelima pemuda Muslim Rohingya itu untuk mengunjungi mereka atau bahkan hanya untuk mengetahui kabar situasi mereka di penjara sampai penyelidikan dianggap telah selesai.
Perlu dicatat bahwa Muslim Rohingya di negara bagian Arakan dilarang bepergian baik di dalam kota ataupun berkunjung kota-kota lain tanpa izin pihak berwenang Myanmar.
Warga Muslim Rohingya hanya diizinkan pergi ke luar negara Myanmar, Muslim Rohinya sengaja ditelantarkan dalam keadaaan serba terbatas.
Pembatasan mobilitas Muslim Rohingya sangat menghambat mereka terutama dari sisi akses pekerjaan dan akses terhadap perawatan kesehatan, bahkan dalam keadaan darurat medis, Muslim Rohingya sulit untuk mendapatkan hak mereka atas akses kesehatan. Dengan cara yang sama, pihak berwenang Myanmar juga berkali-kali menolak delegasi internasional dan media-media internasional yang ingin membantu kondisi mereka di Myanmar.
Untuk diketahui, menurut PBB, Muslim Rohingya merupakan etnis minoritas yang paling teraniaya di dunia. Seperti diberitakan panjimas sebelumnya, sebanyak 140.000 Muslim Rohingya yang tinggal di pinggiran Sittwe, hidup dipisahkan dari masyarakat Buddhis Rakhine. Para Muslim Rohingya juga tidak memiliki akses ke perawatan kesehatan yang layak, pendidikan, dan kesempatan kerja, hal inilah yang telah mendorong mereka melarikan diri dengan perahu untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Banyak dari Muslim Rohingya yang berbondong-bondong telah melarikan diri dari Myanmar sejak tahun 2012, Mereka yang masih tetap tinggal hidup dipisahkan dalam ketakutan akan kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar yang tidak mengakui hak kewarganegaraan Rohingya, demikian menurut beberapa kelompok HAM.
Otoritas Myanmar sendiri memandang Rohinya bukan bagian dari warga Negara Myanmar dan menolak memberikan akses dan hak kewarganegaraan, malah menyebut Rohingya sebagai para imigran Bengali.
Lebih dari 1 juta Muslim Rohingya saat ini tinggal di provinsi Rakhine, dimana disana telah menjadi saksi serangkaian kekejaman dan kekerasan etnis Rakhine Buddha terhadap minoritas Muslim sejak pertengahan tahun 2012.
Menurut Arakan Project, sebuah kelompok pemantauan pelanggaran hak asasi manusia dan migrasi di Teluk Benggala, konflik telah menewaskan ratusan orang dan lebih dari 140.000 kebanyakan Muslim Rohingya hidup dengan kondisi terbatas pada kamp-kamp pengungsian.IZ]