MOSUL, IRAQ (Panjimas.com) – Kantor berita A’maq, mengabarkan bahwa Syaikh Abu Umar Al Syisyani gugur syahid -insya Allah- dalam sebuah pertempuran di Iraq.
Sebelumnya, Syaikh Abu Umar berkali-kali dikabarkan gugur oleh media barat. Namun, hal itu tidak terkonfirmasi. Kali ini, sebagai media yang jujur, kantor berita A’maq yang paling pertama mengabarkan wafatnya petinggi Daulah Islamiyah tersebut.
“Narasumber militer menuturkan pada Kantor Berita A’maaq, bahwa Syaikh Umar al Syisyani gugur syahid di kota #Syirqath saat turut serta dalam pertempuran melindungi kota #Mosul dari operasi militer pasukan #Iraq,” demikian rilis yang beredar pada Kamis (14/7/2016).
Singkat Tentang Kiprah Abu Umar Al Syisyani
Untuk diketahui, Abu Umar Al Syisyani atau Abu Umar al-Shishani lahir pada tahun 1986 di desa Birkiani, wilayah Pankisi Gorge, Georgia, dengan nama asli Tarkhan Batirashvili.
Saat pecah Perang Chechnya II antara tahun 1999-2000, wilayah Pankisi adalah pusat transit utama bagi para pejuang Chechen yang mundur dan hendak membangun kembali kekuatan mereka untuk memerangi pasukan penjajah Rusia. Menurut keterangan dari ayahnya, Temuri, Tarkhan yang pada saat itu masih berusia remaja secara diam-diam kerap kali menolong para militan Chechen untuk kembali masuk ke wilayah Chechnya, bahkan terkadang ikut bergabung bersama mereka melawan milisi pemerintah yang didukung Rusia.
Setelah menamatkan sekolah menengah atasnya, di tahun 2006, Batirashvili masuk menjadi prajurit AD Georgia. Menurut keterangan mantan komandannya, Malkhaz Topuria, yang pernah merekrutnya untuk masuk ke dalam unit pengintai khusus (special reconnaissance), Batirashvili berhasil membuktikan dirinya sebagai seorang master dalam berbagai jenis persenjataan dan pemetaan.
Ia dengan cepat naik pangkat dan dipromosikan menjadi seorang sersan dalam sebuah unit intelejen yang baru dibentuk dengan gaji bulanannya mencapai 700 USD. Selama pecah Perang Rusia-Georgia di tahun 2008, Batirashvili bertugas di dekat garis depan untuk mengintai kolom-kolom pasukan tank Rusia dan memberitahukan letak koordinatnya kepada unit-unit artileri pasukan Georgia.
Batirashvili yang tidak pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah Georgia atas pengabdian militernya, pada tahun 2010 didiagnosa menderita penyakit tuberculosis (TBC). Setelah dirawat di rumah sakit militer selama beberapa bulan, pada bulan Juni 2010, ia pun diberhentikan dari dinas militer AD Georgia karena dianggap tidak cukup sehat untuk bertugas sebagai seorang tentara.
Menurut keterangan pihak Kementerian Pertahanan Georgia, Batirashvili pernah ditahan pada bulan September 2010 atas tuduhan membeli dan menyimpan persenjataan ilegal, sehingga ia dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun. Namun kemudian dibebaskan pada awal tahun 2012 karena alasan kesehatan, dan setelah menjalani hukuman selama sekitar 16 bulan. Dalam sebuah wawancara, Batirashvili mengungkapkan bahwa penjara telah mengubah dirinya. Ia pernah bernadzar dengan mengatakan bahwa, “Saya berjanji kepada Allah jika saya keluar dari penjara dalam keadaan hidup, saya akan pergi berjihad di jalan Allah.”
Kepada ayahnya, Batirashvili mengatakan bahwa ia akan pergi ke Istanbul, Turki, dimana orang-orang Chechen yang banyak mengungsi ke kota tersebut akan merekrut dirinya untuk dijadikan sebagai komandan pasukan pejuang Islam yang akan pergi bertempur ke Suriah. Ayahnya pun kemudian memakluminya karena beberapa bulan sebelumnya, kakak tertua Batirashvili juga telah pergi lebih dulu ke tempat tujuan yang sama untuk berjihad di Suriah. Orang-orang terdekat Batirashvili mengungkapkan bahwa ia melihat peperangan di Suriah sebagai sebuah kesempatan untuk memberikan pukulan kepada salah satu sekutu Kremlin (Rusia). Ia juga berkomentar tentang kebenciannya kepada Amerika. Dalam suatu wawancara dengan situs Jihad, ia menggambarkan Amerika sebagai musuh Allah dan musuh umat Islam. Seorang rekannya di AD Georgia mengatakan, “Seperti kebanyakan orang Chechen, ia ingin melawan Kremlin di mana pun ia punya kesempatan.” Batirashvili yang kemudian mengganti namanya menjadi Abu Umar al-Shishani, tiba di Suriah pada bulan Maret 2012.
Pada mulanya, Abu Umar al-Shishani memimpin unit tempurnya sendiri yang bernama Brigade Muhajirin yang terbentuk pada musim panas tahun 2012 dan merupakan kelompok jihad yang anggotanya terdiri dari para pejuang asing yang datang dari luar Suriah.
Meski beroperasi secara independen, namun dalam waktu singkat, unit tempur pimpinan al-Shishani telah terlibat dalam berbagai pertempuran sengit melawan rezim pemerintah Suriah, salah satunya adalah dalam Pertempuran Aleppo (Battle of Aleppo).
Pada tanggal 26 Maret 2013, pihak Kavkaz Center melaporkan bahwa Brigade Muhajirin (Kataeb al-Muhajireen) pimpinan Abu Umar Al Syisyani bergabung dengan dua kelompok jihad di Suriah, yaitu Jaish Muhammad dan Kataeb Khattab, untuk membentuk satu pasukan gabungan bernama Jaish al-Muhajireen wal-Anshar atau Tentara Muhajirin dan Anshar.
Tentara Muhajirin dan Anshar bersama Mujahidin ISIS kemudian memainkan peranan kunci saat merebut Lanud Menagh yang dipertahankan oleh sekitar 70 – 120 personil tentara Suriah. Serangan terhadap Lanud Menagh mulai dilancarkan pada tanggal 5 Agustus 2013, dimana dua orang Mujahidin melakukan serangan istisyhad dengan menggunakan sebuah kendaraan lapis baja penuh bermuatan bahan peledak untuk menembus gedung pusat komando pertahanan udara tentara pemerintah Suriah. Serangan tersebut berhasil meledakkan gedung pusat komando serta menewaskan dan melukai sisa pasukan AD Suriah yang bertahan di Lanud tersebut. Pertempuran sengit terus berlangsung, hingga keesokan paginya, pangkalan udara tersebut pun berhasil dikuasai sepenuhnya oleh pasukan Mujahidin.
Bergabung dengan Islamic State
Pada hari Kamis tanggal 21 November 2013, Abu Umar Al Syisyani mengeluarkan pernyataan dalam sebuah video yang di-release oleh situs resmi Tentara Muhajirin dan Anshar, FISyiria.com, yang mengabarkan dirinya telah ber-bai’at kepada Abu Bakar Al-Baghdadi pemimpin Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) saat itu. Bersama Abu Umar Al Syisyani turut pula berbai’at sejumlah besar mujahidin dari Tentara Muhajirin dan Anshar, sementara sebagian yang lainnya lebih memilih untuk menunggu “persetujuan” dari Dokka Umarov sebagai Amir Emirat Kaukasus.
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada akhir November 2013, kepemimpinan Abu Umar al-Shishani digantikan oleh Salahudin al-Shishani, seorang tokoh komandan pejuang Chechen di Suriah yang paling terkemuka setelah Abu Umar.
Pertimbangan Abu Umar Al Syisyani untuk lebih memilih bergabung dengan Daulah Islam Irak dan Syam (kini Islamic State) bukan karena adanya perpecahan internal atau sudah tidak adanya lagi kesepahaman dalam berjihad dengan unit tempurnya sendiri, melainkan lebih dikarenakan oleh pertimbangan keyakinan, yaitu nubuwah dari Rasulullah SAW tentang kebangkitan Islam dari wilayah Syam yang diyakini oleh Abu Umar berada di tangan para mujahidin yang tergabung dalam IS yang selama ini telah berjuang untuk mendirikan negara kekhalifahan Islam yang wilayahnya meliputi Irak dan Syam. Dalam unit militer IS sendiri, Abu Umar kemudian ditunjuk untuk menjabat sebagai komandan Front Utara.
IS sendiri awalnya berdiri di Irak sebagai organisasi Jihad yang memayungi banyak kelompok perlawanan Irak yang berjuang melawan tentara penjajah Amerika. Abu Umar memandang peperangan yang terjadi di Suriah sebagai peperangan yang sangat penting, tak hanya untuk menggulingkan rezim Assad, tetapi juga merupakan medan pertempuran bersejarah bagi perang suci yang sangat besar yang kelak akan pecah di masa depan, serta untuk merintis pembentukan negara atau kekhalifahan Islam dunia.
Di Suriah, IS sendiri menjadi payung utama bagi para pejuang asing yang ingin berjihad di Suriah. Tak hanya dari wilayah Kaukasus, para pemuda muslim juga banyak berdatangan dari Saudi, Kuwait, Mesir, bahkan dari Cina. Mereka semua datang untuk memenuhi panggilan Jihad demi memperjuangkan tegaknya sebuah negara Islam yang menerapkan dan melaksanakan Syariah Islam di Suriah.
Sebagai seorang muslim, Abu Umar al-Shishani tidak lupa berpesan kepada seluruh mujahidin di Suriah bahwa, “Kalian semua yang telah memulai jihad ini karena Allah, janganlah meninggalkannya dan tetap teguhlah diatasnya. Hanya dua pilihan yang kita miliki, yaitu kemenangan atau mati syahid. Dan berhati-hatilah agar tidak tertipu (dengan kemenangan semu) sebagaimana saudara-saudara kalian di Libya dan Mesir yang telah tertipu. Mari kita berusaha untuk menerapkan Syariah Allah yang mana hal ini merupakan kewajiban kita semua.” [AW/dbs]