JAKARTA, (Panjimas.com) – Kementerian Agama bakal menggelar sidang isbat untuk menentukan 1 Syawal, Senin besok. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Machasin mengatakan kementeriannya bakal menggunakan dua metode, yaitu metode hisab dan rukyat.
“Metode ini selalu digunakan, itu juga keputusan MUI (Majelis Ulama Indonesia), dan kami ikut saja,” kata Machasin pada Ahad (03/07).
Ia menjelaskan, dua metode tersebut saling melengkapi. Metode hisab, kata dia, adalah perhitungan secara teoretis. Sedangkan metode rukyat adalah pengamatan langsung melihat bulan baru. “Dua-duanya digunakan untuk menghitung perjalanan matahari dan bulan,” ujarnya.
Bulan baru, kata Machasin, menggunakan perhitungan pada 29 Ramadan untuk menghitung kemunculan hilal bulan baru. Lalu, kata dia, metode rukyat membuktikan dengan pengamatan langsung. “Dua-duanya belum tentu terjadi bersamaan. Saat rukyat, bisa jadi bulan terhalang benda lain,” ucapnya, seperti dilansir Tempo.
Meskipun begitu, Machasin menjelaskan, kementeriannya tetap memiliki pegangan untuk mempertimbangkan hisab yang memungkinkan untuk rukyat. “Istilahnya 2-3-8,” ujarnya. Ia menjelaskan, angka “2” sebagai tinggi bulan di atas cakrawala sebesar 2 derajat.
Selain itu, pertimbangan lain adalah angka “3” yang menandakan jarak elongasi antara matahari dan bulan sebesar 3 derajat. “Kalau itu sudah (masuk bulan baru), walau tidak ada yang melihat,” tuturnya. Ditambah lagi, konjungsi atau letak matahari dan bulan berada dalam satu garis dengan bumi. “Ini terjadi delapan jam sebelum matahari terbenam.” [TM]