JAKARTA, (Panjimas.com) – Pengamat Terorisme Mustofa Nahrawardaya mengecam pernyataan anggota Komisi IX DPR Siti Masrifah yang melarang kaum muslimin untuk memberikan zakat kepada keluarga korban Densus 88. Menurut Mustofa, hal itu menunjukkan bahwa anggota DPR tersebut tidak paham hukum.
“Apa kesalahan keluarga maupun anak-anak terduga teroris maupun keluarga teroris sekalipun? Jadi, kalauada anggota parlemen berbicara seperti itu, saya yakin (dia) tidak paham hukum sehingga harus belajar hukum di fakultas hukum,” ujar Mustofa B Nahrawardaya kepada Panjimas, Kamis (30/6/2016).
Melihat pernyataan yang tidak dilandaskan dengan hukum tersebut, Peneliti Indonesian Crime Analyst Forum memandang bahwa efek dari pemberantasan terorisme menghasilkan korban, yaitu keluarga (istri dan anak-anaknya). Suaminya yang diberantas, istri dan anak-anaknya menjadi terlantar.
“Padahal, yang diberantas belum tentu teroris,” katanya.
Lebih lanjut, anggota Majelis Pustaka dan Informatika PP Muhammadiyah Mustofa B Nahrawardaya juga mempertanyakan nasib keluarga korban pemberantasan terorisme.
“Siapa yang membiayai keluarga itu kalau tidak ada yayasan yang menghidupi mereka? Oleh karena itu, mestinya negara memberikan penghargaan atau apresiasi kepada kelompok masyarakat yang membantu mereka,” tuturnya.
Karena katanya, selama ini selain kelompok masyarakat yang mengurusi keluarga terduga teroris ataupun keluarga teroris sekalipun, tidak ada yang mengurusi mereka.
“Siapa yang mengurusi mereka? Memangnya negara mau mengurusi umat Islam?” tanyanya.
Jadi, lanjutnya, kalo ada kelompok masyarakat yang mengumpulkan zakat untuk mereka justru harus diberikan apresiasi, saya yakin orang yang bicara ini tidak paham soal masalah itu.
“Jadi, jangan mencoba membentur-benturkan sesuatu yang tidak penting padahal pada intinya ibu itu tidak paham.” tandasnya. [DP]