ROMA, (Panjimas.com) – Israel dan Turki telah mengumumkan pada hari Senin (26/06/2016) bahwa kedua negara akan menormalkan hubungan diplomatik dan kerjasama bilateral setelah sebelumnya putus selama enam tahun pasca insiden penyerbuan Kapal bantuan kemanusiaan Mavi Marmara tahun 2010.
Mengutip laporan Reuters, dibalik kesepatan ini ternyata ada kepentingan besar terkait dengan prospek penawaran gas alam Mediterania yang saling menguntungkan kedua negara. Selain itu kesepakatan ini juga dilatarbelakangi atas kekhawatiran kedua negara atas risiko keamanan yang berkembang di kawasan Timur Tengah.
Perdana Menteri Turki Binali Yildirim mengatakan bahwa kedua negara akan bertukar Duta Besar sesegera mungkin. PM Israel Netanyahu menyatakan bahwa pemulihan hubungan ini sangat strategis, menguntungkan dan berdampak ekonomi besar bagi Israel.
Penambalan hubungan diplomatik dan bilateral antara kedua negara ini terjadi setelah bertahun-tahun lamanya proses perundingan yang akhirnya menimbulkan kesepahaman akan prospek kerjasama untuk mengeksploitasi cadangan gas alam bernilai ratusan miliaran dolar di wilayah Mediterania timur, demikian menurut para pejabat kedua negara, dilansir oleh Reuters.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pemulihan hubungan ini telah membuka jalan bagi lancarnya distribusi pasokan gas Israel ke Eropa melalui Turki.
Pemulihan hubungan Tel Aviv dengan Ankara adalah pasak roda dalam strategi Israel untuk membuka kekayaan gas alam. Israel sedang mencari pasar ekspor Eropa dan sedang menjajaki jalur gas alam pipa melalui Turki sebagai salah satu pilihan, baik untuk konsumen di sana maupun sebagai jalur koneksi ke Eropa.
“Ini adalah masalah strategis bagi negara Israel.Prospek bisnis energi ini tidak mungkin maju tanpa perjanjian ini, dan sekarang kami akan mengambil tindakan untuk memajukan itu,” kata Netanyahu.
Gas, memiliki potensi untuk memperkuat pundi-pundi kekayaan Israel, dengan suatu kekayaan yang besar”, kata Netanyahu
“Kerja sama energi adalah hal pertama yang terlintas dalam pikiran saya ketika berpikir tentang kesepakatan Israel-Turki,” kata Burak Demirbilek, seorang analis Seker Yatirim Menkul Degerle yang berbasis di Istanbul.
“Walaupun ada nama perusahaan lain di luar sana, Zorlu adalah investor pertama yang dipertimbangkan dan dirasakan menjadi penerima manfaat terbesar dari kesepakatan ini” karena Zorlu merupakan satu-satunya perusahaan dengan investasi energi besar yang sedang berkembang pesat di Israel, kata Demirbilek.
Kesepakatan itu membantu mengurangi kekhawatiran bahwa Turki akan melakukan upaya-upaya atas politik isolasi yang tumbuh dari masyarakat internasional. Seperti kejatuhan diplomatik antara Turki dan Rusia pada bulan November tahun lalu, yang menyebabkan sanksi ekonomi dan penurunan signifikan sebanyal 79% dari wisatawan Rusia, pasca insiden penembakan jatuh jet tempur Rusia oleh Angkatan Udara Turki. Negara-negara ingin krisis ini berakhir, kata PM Yildirim.
“Pada tingkat persepsi, ada pesimisme yang berkembang bahwa Turki akan tetap sendirian di arena global dan bahwa urusan luar negeri Turki tidak akan menjadi lebih baik,” kata Burak Kanli, seorang ekonom di Finans Invest di Istanbul, mengatakan melalui telepon, mengutip Gulf Times.
“Kesepakatan ini antara Israel dan Turki dapat membantu menghilangkan pesimisme investor dan memicu keberpihakan investor pada Turki, dimana kebijakan luar negeri mencerminkan realitas ekonomi.”
Mengutip Bloomberg, “Israel menyadari Turki sebagai pelanggan yang paling masuk akal untuk ekspor gas karena kebutuhan gas mereka dan juga relatif kuat secara finansial,” menurut Alon Liel, mantan Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel dan mantan Kepala Misi ke Turki.
“Dengan munculnya Islamisme [perkembangan kubu Islamis di Turki] dan penurunan tren demokrasi di Turki, Erdogan menjadi sosok yang sangat tidak populer di wilayah tersebut dan menjadi sosok kontroversial bagi seluruh dunia,” kata Liel. “Dan Netanyahu telah dituding merusak solusi dua negara terkait konflik Palestina-Israel. Di sini, sepertinnya mereka [Erdogan-Netanyahu] semacam jatuh ke dalam pelukan kepentingan masing-masing.”
Turki pernah menjadi sekutu Muslim terdekat bagi Israel, kemitraan mereka dibangun berdasarkan aliansi militer yang kuat dan kerjasama ekonomi. Hubungan Israel-Turki memburuk setelah Erdogan berkuasa di Turki pada tahun 2003 menjabat sebagai kepala pemerintahan yang berorientasi Islam dan Turki mendekat ke Iran dan Hamas, yang menentang keberadaan negara Yahudi itu.
Kritik pedas pemimpin-pemimpin Turki terhadap kebijakan Israel atas Palestina, khususnya serangan Gaza tahun 2008, menciptakan ketegangan yang serius. Erdogan berjalan pergi meninggalkan panggung [walk out] ketika ia berbagi ruangan dengan Presiden Israel Shimon Peres pada Forum Ekonomi Dunia di Davos.
Konfrontasi Turki dengan Rusia memanas. Sementara para diplomat bernegosiasi, perusahaan gas Turki dan Israel telah mempercepat diskusi dalam beberapa bulan karena pembicaraan antara kedua negara semakin intensif.
Menteri Energi Israel Yuval Steinitz mengatakan bahwa Israel sedang menjajaki penawaran pasokan gas alam dengan Mesir dan Yordania, serta rute distribusi gas alam melalui Siprus-Yunani-Eropa, dan normalisasi hubungan diplomatik Israel dengan Turki dipandang sebagai pasak roda untuk membuka kekayaan gas alam Israel.
Israel dan Siprus, yang memiliki hubungan yang semakin dekat, dengan sekitar 3.450 miliar meter kubik gas di Levant Basin. Cadangan gas alam ini senilai $ 700 miliar dollar bahkan cukup untuk memasok kebutuhan gas seluruh dunia selama setahun. Dan itu hanya cadangan gas alam yang baru terbukti ditemukan. Sebuah survei seismologi terbaru yang dilakukan oleh sebuah konsultan Perancis menyatakan bahwa cadangan gas alam Israel sendiri saja hampir tiga kali lipat dari perkiraan hitungan awal, menurut Menteri Steinitz.
Sementara wisatawan Israel yang berkunjung ke resor-resor Turki jatuh signifikan lebih dari 80% sejak tahun 2009, sementara itu saluran bisnis lainnya tetap terbuka dan perdagangan bilateral mencapai rekor $ 4.4 milyar dolar pada tahun 2011, menurut angka resmi pemrintah Turki.
Blok Gas Tamar [Milik Israel] memegang sekitar 10.8 ton kubik gas, sementara blok Leviathan, situs lepas pantai terbesar di negara itu memegang sekitar dua kali jumlah itu [sekitar 21 ton kubik gas].
Para mitra gas Leviathan, yang meliputi Delek Group Ltd, perusahaan energi terbesar di negara berdasarkan kapitalisasi pasar, dan Noble Energy Inc, yang berbasis di Houston perlu kontrak ekspor untuk mendapatkan pembiayaan untuk mengembangkan lapangan.
“Dengan adanya kesepakatan Israel-Turki, Para mitra gas di blok gas Leviathan berharap untuk mendapatkan harga gas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kesepakatan dengan negara-negara tetangga seperti Mesir,” kata Gal Reiter, seorang analis di Bank Jerusalem di Tel Aviv.
Pemulihan hubungan yang sebelumnya retak ini, berjalan seiring dengan negosiasi untuk menyatukan kembali pulau Mediterania Siprus, yang bagian utaranya telah dikendalikan oleh militer Turki sejak tahun 1974. Hal ini menjadi solusi untuk konflik yang akan memungkinkan Turki untuk membeli gas dari Siprus serta Israel, dan membawa Turki lebih dekat ke mimpi lama yang didambakan menjadi hub energi [jalur penghubung energi] antara Dunia Timur dan Barat.
Aliansi Militer Baru
Langkah ini juga dilatarbelakangi oleh situasi kawasan Timur Tengah yang terpolarisasi oleh perang sipil Suriah dan kebangkitan Islamic State (IS) yang mengancam keamanan regional, sehingga baik Israel maupun Turki membutuhkan aliansi baru.
Berbicara setelah pertemuan Sekretaris AS Negeri John Kerry di Roma, Netanyahu mengatakan kesepakatan itu merupakan langkah penting. “Hal ini juga berimplikasi besar bagi perekonomian Israel” katanya kepada wartawan.
Turki mengusir Duta Besar Israel dan membekukan kerjasama militer antara kedua negara setelah Turki melaporkan Israel ke PBB atas penyerbuan militer Israel ke kapal Mavi Marmara. Israel dan Turki adalah sama-sama anggota pakta pertahanan NATO (North Atlantic Treaty Organization), kedua negara ini juga berbatasan dengan perbatasan, sejak insiden Mavi Marmara, Israel-Turki telah mengurangi pembagian infomasi intelijen dan membatalkan program latihan militer gabungan
Netanyahu menegaskan tuntutan terkait penghentian blokade atas Gaza, yang diminta oleh Ankara atas kesepakatan itu, tidak terkabul dan akan tetap berlaku seperti sebelumnya, tetapi bantuan kemanusiaan dapat terus ditransfer ke Gaza melalui pelabuhan Israel, Ashod.
“Ini adalah kepentingan keamanan tertinggi diantara kami. Saya tidak mau kompromi pada hal itu [blokade Gaza]. Kepentingan blokade laut ini sangat penting untuk mencegah pembangunan kekuatan oleh Hamas dan itu tetap seperti yang telah ada,” kata Netanyahu.
Berbeda dengan Netanyahu, PM Yildirim mengatakan blokade Gaza sebagian besar akan dicabut di bawah kesepakatan itu, ini memungkinkan Turki untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan produk non-militer lainnya ke Gaza.
Pengiriman pertama sebanyak 10.000 ton bantuan kemanusiaan akan dikirim besok Jumat (01/07/2016), kata Yildrim, dan pekerjaan prioritas pertama kali akan dimulai segera untuk mengatasi krisis air dan suplai pembangkit listrik Gaza.
“Saudara-saudara Palestina kita di Gaza telah banyak menderita dan kami telah memungkinkan bagi mereka untuk mengambil napas dengan adanya perjanjian ini,” kata Yildirim dalam konferensi pers di Ankara.
Presiden Turki Reccep Tayyip Erdogan berbicara dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas melalui telepon pada Minggu malam (26/06/2016) dan mengatakan kepadanya bahwa kesepakatan itu akan memperbaiki situasi kemanusiaan di Gaza, demikian menurut sumber-sumber terdekat Presiden di kantornya. Mereka mengatakan bahwa Mahmoud Abbas telah menyatakan puas akan hasil kesepakatan itu. Seperti diketahui, Mahmoud Abbas adalah Presiden Otoritas Palestina yang mendapat dukungan Barat, ia kehilangan kendali atas wilayah Gaza, kepada Hamas dalam pertempuran pada tahun 2007. [IZ]