BANGKOK, (Panjimas.com) – Komunitas Muslim Rohingya di Thailand merasa “putus asa” terkait masa depan mereka, Ini terjadi setelah Konselor Agung Myanmar, Aung San Suu Kyi dan pemerintahan baru pimpinan Partainya menolak untuk mengakui identitas mereka sebagai Muslim Rohingya.
Suu Kyi telah memulai kunjungan resmi tiga harinya ke Thailand sejak Kamis (23/06/2016).
Permintaan untuk mengakui Rohingya sebagai kelompok etnis dan memberikan mereka hak-hak dasar serta status kewarganegaraan Myanmar telah dinyatakan oleh perwakilaan Muslim Rohingya di Thailand dalam konferensi pers di pertemuan Foreign Correspondents’ Club of Thailand.
Acara ini dipantau secara ketat oleh pihak Kepolisian Thailand karena pihak pemerintah Bangkok khawatir kegiatan ini mungkin akan mempengaruhi hubungan diplomatik Thailand-Myanmar serta stabilitas negara.
Sekretaris Jenderal Komunitas Muslim Rohingya di Thailand, Haji Ismail mengatakan dalam pertemuan itu bahwa kelompoknya [Muslim Rohingya di Thailand] kecewa dan putus asa menggantukan harapan mereka pada pemerintahan demokratis yang baru. Muslim Rohingya sangat berharap pemerintahan baru Myanmar akan memastikan status kewarganegaraan mereka, namun pimpinan Partai, Aung San Suu Kyi malah memilih untuk menolak identitas Muslim Rohingya.
“Para pemimpin negara demokratis kami [Rezim Myanmar] sekarang telah menyangkal identitas dan kewarganegaraan kami, hanya untuk menenangkan pihak mayoritas seagama [Buddha] dan para ekstremis [Nasionalis Budhha] di negara bagian Rakhine,” kata Haji Ismail.
“Semua harapan kami dalam kepemimpinan negarawan yang demokratis sebelunya kini telah pudar. Memang, kami tidak berharap [untuk] sikap politik yang keras dan negatif semacam ini, apalagi retorika tidak demokratis dari peraih Nobel perdamaian kami [Suu Kyi] ”.
“Kami sangat frustrasi. Terutama terkait nasib dari 1,5 juta Muslim Rohingya yang masih berada dalam kurungan ketat di negara bagian Rakhine selama empat tahun terakhir. Masa depan mereka tak jelas, yanga ada hanyalah ketidakpastian dan kemunduran. Jadi, seruan kami kepada masyarakat internasional adalah untuk menyelamatkan kami dari cengkeraman tiran rasis Myanmar – baik rezim lama maupun baru.
Presiden Asosiasi Rohingya Burma di Thailand (Burmese Rohingya Association) , Maung Kyaw Nu, juga menyatakan kekecewaannya atas sikap Suu Kyi mengenai isu penolakan pemerintah Myanmar identitas Rohingya dan mengatakan bahwa pihaknya kini tidak akan menawarkan saran-saran untuk pemerintah yang menolak satus kewarganegaraan Rohingya.
“Banyak orang memanggilnya ‘Ibu Suu’ (‘Mother Suu’) dan orang-orang Rohingya juga memanggilnya dengan sebutan seperti itu, akan tetapi ibu ini [Suu Kyi] tidak menyusui kami anak-anak Rohingya-nya. Dia ingin membuang kami pergi. Dengan jenis pemimpin seperti ini, kami tidak akan mengirimkan rekomendasi kepada dia [Suu kyi] karena kami tidak akan mendapatkan apa-apa, ” jelas Maung Kyaw Nu.
Koordinator Koalisi untuk Hak-Hak Pengungsi dan Manusia Tak Memiliki Kewarganegaraan (Coalition for the Rights of Refugees and Stateless Persons), Siwawong Suktavee, membacakan sebuah surat terbuka pada konferensi pers di Bangkok, Thailand dan menawarkan rekomendasi untuk Suu Kyi, yang juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, tentang bagaimana menghadapi krisis hak asasi manusia para pengungsu Rohingya.
Siwawong mendesak pemerintah Myanmar untuk merevisi undang-undang kewarganegaraan dan memberikan status kebangsaan Myanmar bagi Muslim Rohingya untuk mengatasi masalah statelessness mereka [IZ]