JAKARTA, (Panjimas.com) – Melihat problematika yang sedang hangat diperbincangkan mulai dari rumah makan Bu Saeni (warteg) hingga berujung pada pembatalan 3.143 Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Guru Besar Fakultas Hukum Indonesia Jimly Asshiddiqie mengungkapkan bahwa perda syariah jangan dipermasalahkan.
“Di daerah tidak ada itu kata-kata syariah yang ada hanya perda tentang perjudian, perda tentang alkohol,” ujarnya di Kantor Majelis Ulama Indonesia, Jalan Proklamasi No. 51, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (22/6/2016).
Ketika ada aturan duduk bagi wanita ketika naik motor, itu di kategorikan perda syariah, kata Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se- Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie, itu mendiskreditkan syariah, kata syariah itu mulia, apalagi di bulan ramadhan.
“Jadi, saudara-saudara sekalian perlu dipahami 50 negara bagian di Amerika Serikat, dua di antaranya itu atau tiga atau empat di antaranya itu terkenal dengan kata tuhan banyak sekali. Meskipun dibandingkan dengan Undang-undang 1945 masih kalah. Tapi, dari 50 negara bagian di Amerika Serikat itu dua konstitusi menyebut Christianity disebut eksplisit. Nah, itu kan berarti konstitusi kristen.” tuturnya.
Di indonesia misalnya, kata lanjutnya, ada perda (syariah) kan sama aja kayak di Amerika itu. Jadi, tidak usah dibesar-besarkan apalagi tidak ada sebetulnya.
“Jadi, kita ambil aja ukuran umum, perda syariah kek atau perda bukan syariah kek, asalkan ia bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi maka ia bisa dibatalkan. [DP]