SUKOHARJO, (Panjimas.com) – “Perang yang terakhir terjadi diakhir 2014 saat bulan Ramadhan, saya masih ingat sekitar tanggal 4 atau 5 ramadhan” demikian ucap Syaikh Mahmoud Hamdan H dari Palestina yang diterjemahkan Zaky Ramadhan Lc. lulusan Yaman, Rabu (22/6/2016).
Syaikh Mahmoud menceritakan Intifada III saat Panjimas mengajukan sesi tanya jawab di masjid Baitul Amin, Ngruki, Cemani, Grogol, Sukoharjo dalam acara Safari Dakwah bersama tim Aksi Cepat Tanggap (ACT).
“Saat itu Pesawat datang mengumumkan peperangan, mereka (Yahudi) mengira bahwa umat Islam sedang puasa dikira saat itu waktu yang lemah. Ini saatnya mereka menjajah, mengambil kembali al Quds, memerangi. Maka masuklah gempuran pesawat, tank-tank dari segala penjuru” katanya.
Syaikh Mahmoud mengatakan orang Palestina tidak punya senjata kecuali terbatas. Bahkan tentara umat Islam adalah anak-anak penghafal al qur’an. Jika pagi mereka belajar Al Qur’an, Hafidz Qur’an, siang harinya mereka menjaga al Quds bergantian.
“Dalam kondisi seperti itu tidak ada senjata ya sudah, semua yang ada di Gaza semuanya keluar, pakai apa? Pakai kurma dan air putih. Kami melawan dengan kurma dan air putih sebisanya. Kemudian kami menggali Nafak, semacam parit dengan dua sisi pintu. Bisa masuk sini keluar sana” kisahnya.
Syaikh Mahmoud menambahkan dalam kondisi perang, orang Palestina hanya memasrahkan kepada Allah ta’ala. Karena secara persenjataan jelas kalah jauh sama Yahudi, mereka pakai bom birmil, bom fosfor, rudal dan peralatan tempur yang serba canggih.
“Intinya kami bisa menghadapi tank-tank tersebut dan menghindari serangan pesawat. Kami keluar disana, disana, disini, sehingga mereka kebingungan kami keluar dari tanah terowongan. Akhirnya karena mereka gak bisa dapat orang, mereka membombardir semua yang tampak. Maka dihancurkan rumah sakit, masjid, Gedung pada runtuh, apartemen hancur bahkan satu keluarga selama dua minggu baru bisa dievakuasi” imbuhnya.
Syaikh Mahmoud bersumpah bahwa semua kejadian demi kejadian tidak membuat rakyat Gaza semakin lemah. Mereka justru yakin akan dua hal mempertahankan atau mati syahid.
“Demi Allah, semua ini tidak menjadikan kami tunduk kemudian takut. Kami tidak ruku’ kecuali kepada Allah subhanahu wata’ala. Adapun tantangan di Gaza, kami berjanji pada Allah, pilihannya adalah kami mempertahankannya atau mati syahid dijalan Allah. Kami harus mati dengan darah kami atau kami memerdekakannya’ pungkasnya. [SY]