SOLO,(Panjimas.com) – Anak-anak Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) Kenteng Sawah, Klitikan, Semanggi, Pasar Kliwon, Solo, ini nampak bersemangat belajar hafalan surat-surat pendek. Terkadang mereka sambil berlari, bermain, dan memukul-mukul meja, namun tetap antusias memperhatikan ustadznya dalam mengajar.
Furqon salah satu pengurus mengatakan pada Panjimas Rabu, (22/6/2016) dengan nada prihatin, bahwa kampung Kenteng Sawah mulai rawan kristenisasi. Beberapa warga telah didatangi misionaris untuk diajak kebaktian. Selain itu anak warga yang tidak mampu melanjutkan sekolah ditawari masuk sekolah Kristen.
“Tempat ini sebetulnya bukan masjid atau mushola, tapi gedung serba guna warga yang tidak layak. Tanah kepemilikan pun bukan hak pribadi, pokoknya tinggal pakai gitu. Nah itu warga yang dulu masuk kristen sekarang ramadhan ini ikut sholat lagi” ucap Furqon.
Menjelang waktu berbuka, pengurus mengumumkan bagi warga untuk berkumpul. Tak ayal mereka berbondong-bondong menuju gedung tersebut hanya untuk mendapatkan sebungkus nasi takjil setelah sholat magrib dikerjakan. Lebih parah bila hujan tiba, genteng yang bocor tak mampu menahan derasnya air hujan.
“Hampir 110 orang yang datang ini mas, terkadang bingung mau minta bantuan kemana ini. Sementara ini yang ada ya sekedar teh hangat dan nasi bungkus lauk seadanya. Lha ini karpetnya saja dipinjemi dari masjid MUI. Itu mas ember-ember untuk persiapan jika hujan tiba” ujar Furqon.
Hal ini di amini Suhardi ketua paguyuban, dia berharap ada orang yang membantu kegiatan membentengi masyarakat dengan kajian rutin. Dirinya berencana membangun mushola namun terkendala donatur dan lokasi rencana bangunan.
“Disini itu mayoritas masyarakat kurang mampu sebagai buruh dengan penghasilan minim dibawah UMK jauh mas. Alhamdulillah ini agak berbeda, kalau dulu gak tahu sholat sekarang bisa sholat berjamaah meski memakai gedung yang tak layak ini.” Ujar Suhardi.
Suhardi berpesan bagi orang yang mampu untuk sudi mengunjungi tempat tersebut. Dirinya sangat membutuhkan bantuan yang berencana membuat masjid ataupun minimal mushola. Menurutnya tempat tersebut sangat tidak layak disebut sebagai tempat beribadah.
Sementara Satiman warga Kenteng yang ikut sholat berjamaah mengungkapkan kesedihannya jika hujan datang. “Kalau hujan ember-ember itu ditata untuk menampung air yang bocor, kita kalau duduk dan sujud ya basah semua mas, sarung dan maaf ya, celana dalam saya juga kebroh” ungkap Satiman. [SY]