JAKARTA, (Panjimas.com) – Wakil Ketua DPR Fadli Zon menduga bahwa ada kejanggalan dalam kesimpulan KPK atas kasus pembelian lahan RS Sumber Waras. Menurutnya, hasil audit BPK yang menunjukkan ada kerugian negara sebesar Rp 191 miliar sudah bisa membuktikan bahwa ada pelanggaran hukum dalam kasus tersebut.
“Hasil audit BPK itu harus dikatakan benar, kalau misalkan salah, hasil audit itu harus dibuktikan di pengadilan. Kalau saya lihat ada yang abaikan audit BPK ini KPK seperti bukan lembaga yudisial,” ujar Fadli dalam diskusi dengan topik ‘Mencari Sumber Yang Waras’ di Warung Daun Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (18/6), seperti dilansir merdeka.
Wakil Ketua Partai Gerakan Indonesia Rakyat (Gerindra) ini juga melihat bahwa KPK lebih mengutamakan pendapat para ahli daripada hasil audit BPK.
“Sejak kapan kerugian negara bisa dianulir oleh keterangan ahli. Audit BPK harus diterima apa adanya, ini akan mendatangkan persoalan hukum dan ketatanegaraan,” ujarnya lagi.
Padahal, lanjut Fadli, BPK sudah menggunakan dua Perpres dalam mengaudit pengadaan lahan RS Sumber Waras.
“Ada perpres 71 Tahun 2012 yang jadi dasar. Kemudian ada perpres 40 Tahun 2014. KPK ini pura-pura bodoh atau bodoh beneran? Dalam temuan BPK menggunakan keduanya,” terangnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan bahwa sejauh ini belum ada indikasi kuat kerugian negara dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras. Maka dari itu KPK akan mengundang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengusut program Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkait hal itu.
“Data BPK belum cukup indikasi kerugian negara. Jadi penyidik kami tidak menemukan perbuatan melawan hukumnya, nah oleh karena itu jalan satu-satunya kita lebih baik mengundang BPK, ketemu dengan penyidik kami,” kata Agus di sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/6).
Dalam waktu dekat ini, kata dia, apakah minggu depan atau minggu berikut, pokoknya sebelum Hari Raya.
Agus menjelaskan proses pengusutan kasus ini KPK berlangsung lama karena perlu pendapat ahli. Dia mengaku ada beberapa ahli yang didatangkan KPK misalnya dari UI, UGM, dan MAPI.
“Mengundang itu, dan menyandingkan dengan temuan-temuan BPK. Nah tapi kami perlu hati-hati tidak semua saran kita putuskan iya. Makanya tadi saya bilang mau ketemu lagi dengan satu instansi, itu kita pengen undang BPK untuk ketemu dengan penyidik kita,” tuturnya. [DP]