JAKARTA, (Panjimas.com) – Juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman SH angkat bicara terkait isu pencabutan sejumlah peraturan daerah (perda) yang dinilai Islami oleh pemerintah pusat.
“Pemerintah masih plintat-plintut belum ada kejelasan, pada satu sisi kita lihat di pemberitaan Mendagri masih menyisir ternyata kemudian dia menyatakan tidak,” kata Munarman usai pertemuan antara pengurus DPP FPI dengan redaksi Kompas, di Jakarta, Kamis (16/6/2016). Demikian dilansir Suara Islam.
Pria yang dikenal sebagai advokat itu menjelaskan, bahwa secara prosedural perda itu tidak boleh diperlakukan seperti itu, karena memang sudah sesuai aspirasi masyarakat dan tidak ada pertentangan didalamnya.
“Kalau dianggap bertentangan dengan undang-undang yang diatasnya, undang-undang diatas itukan UUD 45 yang didalamnya ada Ketuhanan Yang Maha Esa,” jelasnya.
“Dan perda yang Islami itukan implementasi dari aturan Tuhan, jadi kalau menteri mencabut itu saya kira menterinya yang ngawur. Perlu diperiksa apakah menterinya beraliran komunis anti agama atau seperti apa,” tambah Munarman.
Jadi, kata dia, soal perda itu pihak daerah yang lebih tahu bagaimananya. Selama ini perda-perda itu seperti mendidik anak supaya rajin ngaji, supaya menjadi anak yang sholeh, memakai pakaian yang sopan dan lainnya. “Yang seperti itukan aspirasi daerah,” tandasnya.
Kedatangan FPI ke kantor Kompas untuk meminta klarifikasi terkait pemberitaan Kompas yang dianggap berlebihan soal kasus razia warung makan Tegal (warteg) di Serang, Banten beberapa hari lalu.
FPI menilai adanya kampanye anti syariat Islam dengan framing kasus warteg di Serang yang dilakukan secara bombardir dengan informasi negatif terhadap bulan suci Ramadhan oleh media Kompas group. Bahkan pemberitaan kasus ini berujung pada upaya pencabutan peraturan daerah (perda) yang Islami. [RN]