JAKARTA (Panjimas.com) – Media Kompas, kembali meresahkan saat umat Islam tengah khusyu’ menjalani ibada di bulan Ramadhan.
Dulu, para tokoh Islam Indonesia pernah menggugat Kompas, lantaran dua tulisan tajuk rencana yang dimuat harian nasional Kompas pada 28 Agustus 1997 dan 2 September 1997 begitu menyengat perasaan kaum muslimin.Tajuk rencana yang berjudul “Kekerasan Membuat Aljazair Runyam, Korban Terus Berjatuhan” (28/8) dan “Situasi Aljazair Semakin Kusut, Ratusan Orang Dibantai” (2/9) membuat umat Islam marah karena dinilai sangat tendensius, berbau SARA, dan provokatif. (Baca: Ketika Para Tokoh Islam Menggugat Kompas)
Apa yang membuat para tokoh dan aktivis tersebut marah kepada Kompas? Berikut diantara kutipan dari kalimat yang tercantum dalam tajuk rencana Kompas yang begitu memojokkan Partai FIS dengan stigma dan penggiringan opini, seolah-olah FIS adalah kelompok berbahaya, sadis, dan brutal.
Protes datang pertama kali dari Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) yang dimotori oleh aktivis Islam H. Ahmad Sumargono dan pimpinan Perguruan Asy-Syafi’iyah Jakarta, KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i.
Tak tanggung-tanggung, ratusan orang yang terdiri dari para tokoh Islam di negeri ini, anggota DPR, para aktivis ormas Islam, aktivis kampus, dan lain-lain memberikan surat kuasa kepada Tim Pembela Islam (TPI) agar menggugat surat kabar tersebut dan menuntutnya untuk meminta maaf kepada umat Islam.
Diantara deretan nama tokoh-tokoh nasional umat Islam yang memberikan surat kuasa kepada Tim Pembela Islam (TPI) adalah; Dr. M. Amien Rais, Dr. Kuntowijoyo, Prof.Dr. Deliar Noer, Prof. Daud Ali, Dr. Affan Ghafar, Dr. Ahmad Syafi’I Ma’arif, KH. Misbach, KH. Abdullah Wasi’an, KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, KH. A. Cholil Ridwan, KH. Abdurrahim Nur, Lc., MA, KH. Dalali Oemar, KH. Abbas Aula, H. Hussein Umar, H. Ahmad Sumargono, H. A.M Fatwa, H. Syuhada Bahri, Buya Mas’oed Abidin, M.S Ka’ban, Fadli Zon, Nu’im Hidayat, Aru Syeif Assad, Lukman Hakiem, Tamsil Linrung, H. Sulaeman Zachawerus, dan lain-lain. Tercatat ada 120 nama yang memberikan surat kuasa, yang berasal dari berbagai latarbelakang dan daerah di Indonesia.
Berlalu belasan tahun, Kompas kembali berulah. Tahun lalu, situs Kompas.com memuat tulisan provokatif dan sarat penghinaan terhadap Islam dengan judul “Kehidupan Rahasia Sultan Brunei dari Seks, Dusta, dan Hukum Syariah”.
Dalam tulisan yang dirilis pada Senin 27 April 2015 itu, Kompas ‘menyerang’ hukum Islam yang belum lama ini diterapkan oleh Sultan Brunei Darussalam, Hassanal Bolkiah. Bahkan dengan mencantumkan sejumlah artis Hollywood, Kompas menulis dan menyatakan bahwa mereka “merasa muak dengan penerapan hukum Islam kuno tersebut”. (Baca: Ditegur PUSHAMI, Kompas Minta Maaf & Tarik Berita yang Menyinggung Islam)
Pemberitaan mengenai kehidupan pribadi keluarga Sultan Brunei tersebut mendapat respon dari Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI).
Pemred Kompas, Ahmad Subechi menyampaikan permintaan maaf kepada umat Islam atas pemberitaan media Kompas terkait Sultan Brunei. Menurut Ahmad Subechi, berita tersebut telah dicabut.
Kini, dalam kasus Ibu Saeni, pemilik warteg yang dirazia Satpol PP Kota Serang, Banten, karena buka di siang hari bulan Ramadhan, Kompas kembali menyajikan pemberitaan dengan framing menyerang Syariat Islam. Hal itu sebagaimana disampaikan dalam surat tertulis Front Pembela Islam (FPI), kepada Kompas.
“Sehubungan dengan kampanye anti Syariat Islam dengan framing kasus warteg di Kota Serang Banten yang dilakukan dengan bombardir informasi negatif terhadap bulan suci Ramadhan oleh Kompas Group, maka kami Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (FPI) akan meminta penjelasan langsung maksud dan tujuan dari framing pemberitaan group Kompas,” demikian surat yang dilayangkan FPI pada Selasa (14/6/2016).
Berkaitan dengan hal tersebut, FPI akan mendatangi kantor Kompas Group, pada hari Kamis (16/6/2016), pada pukul 13.00 WIB, untuk meminta klarifikasi maksud dari framing pemberitaan tersebut.
Surat itu dibuat dengan menggunakan kop DPP FPI dan ditandatangani Muhammad Syahroji, selaku Kepala Sekretariat DPP FPI. [AW]