LOUISVILLE, (Panjimas.com) – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, pada hari Kamis lalu (09/06/2016) menyatakan bahwa Muhammad Ali adalah seorang “pejuang kemerdekaan”. Pernyataan ini ia ungkapkan saat dirinya secara langsung menghadiri upacara pemakaman legenda tinju dunia dan tokoh muslim AS itu.
“Ini tidaklah tepat untuk kami untuk mengucapkan selamat tinggal kepadanya saat kami berada di tanah air kami [Turki[, jadi itu sebabnya kami harus datang ke sini,” kata Erdogan kepada wartawan saat ia berada di Muhammad Ali Center untuk mengikuti ibadah shalat Jenazah untuk Ali.
“Dia [Ali] masuk Islam pada usia 22 tahun dan ia telah menjadi pejuang kemerdekaan sejak saat itu.’
“Sebagai salah satu saudara Muslimnya, saya berpikir bahwa itu adalah tugas untuk diriku sendiri dan atas nama bangsa saya [Turki] untuk hadir di pemakamannya,” kata Erdogan dalam sambutannya dalam bahasa Turki.
“Cara Ali dalam memperjuangkan kebebasan dan kebebasan untuk semua dan sikapnya menentang perang VietCong [Tentara komunis Vietnam] sebenarnya adalah suatu sikap teladan. Dan sebagai politisi itu adalah sesuatu yang Anda tidak bisa remehkan atau abaikan. ”
Ali died last Friday after a more than three-decade battle with Parkinson’s disease
Ketika ditanya apakah ia akan mengadakan pertemuan resmi kenegaraan saat ia berada di AS, Erdogan mengatakan bahwa “Saya akan pergi malam ini, saya hanya datang ke sini untuk tujuan ini.”
Erdogan hadir di Freedom Hall di kampung halaman Ali, Louisville dimana ribuan orang berkumpul pada hari Kamis (09/06/2016) untuk memberikan “jagoan rakyat” itu doa dan upacara pelepasan terakhir.
Acara doa bersama untuk Muhammad Ali dihadiri oleh banyak pejabat, tokoh agama dan tokoh olahraga, kemudian hari Jumat (10/06/2016) upacara pemakaman dalam tata cara Islam diberlangsungkan di Kentucky Yum! Center.
Upacara publik terakhir dari pemakaman Muhammad Ali menarik perhatian dari hampir 15.000 penggemarnya.
Muhammad Ali dikenal luas sebagai salah satu tokoh olahraga paling berpengaruh di Abad ke-20. Ia telah memenangkan gelar tinju dunia kelas berat sebanyak tiga kali dan dunia mengingatnya sebagai seorang petinju muslim yang luar biasa dengan gaya bertarung yang menggabungkan kekuatan dan kelincahan.
Sementara itu saat berada diluar ring, ia pun terkenal dengan kepribadiannya yang karismatik, serta keterlibatannya dalam aktivitas sosial dan politik.
“Setelah 32 tahun dirinya berjuang melawan penyakit Parkinson, Muhammad Ali meninggal dunia pada usia 74 tahun.
Pada tahun 1967, tiga tahun setelah ia memenangkan gelar tinju dunia pertamanya, Ali menolak untuk bergabung dengan militer AS selama Perang Vietnam meskipun ia terdaftar dalam program pengabdian militer.
Akibat sikap politiknya itu, gelar juara dunia Muhammad Ali dicopot, lisensi tinjunya ditangguhkan, dan pengadilan memvonis dirinya bersalah karena secara sengaja menolak untuk ikut dalam program wajib militer. Tuntutan pada dirinya akhirnya digagalkan oleh Mahkamah Agung.
Saat arus politik berbalik dan opini publik bergeser pada masa perang Vietnam, Muhammad Ali didaulat menjadi juru bicara sentimen anti-perang, bahkan Ia dipercaya untuk memberikan pidato di Universitas-Universitas di seluruh Amerika Serikat, kemudian ia menjadi semakin aktif dalam gerakan perjuangan hak-hak sipil.
Sebagai seorang mualaf, Muhammad Ali menyerukan pentingnya kebebasan beragama. Ia pun tergabung sebagai aktivis gerakan Nation of Islamic Movement, yang berupaya memperjuangkan nilai-nilai Islam dan aktivisme politik etnis Afrika-Amerika, kemudian Muhammad Ali berkomitmen kuat memeluk Islam Sunni setelah terlibat konflik dengan gerakan itu pada tahun 1975.
Almarhum Muhammad Ali meninggalkan istrinya Lonnie, tujuh anak perempuan dan dua anak laki-laki, serta warisan kuat sebagai seorang publik figur petinju muslim yang terkemuka di dunia.[IZ]