BOGOR, (Panjimas.com) – Memilih profesi di bidang jurnalistik, tentu tidak akan bisa lepas dari kode etik jurnalistik. Hal ini disadari oleh para wartawan pada umumnya, terlebih khusus bagi jurnalis Islam. Oleh karenanya, Dewan Syuro JITU Mahladi Murni dalam pemaparan materinya di Dauroh kedua perekrutan anggota JITU di Villa Dewi Sri, Cisarua, Bogor, Sabtu (29/5/2016) sangat mengutamakan kode etik jurnalistik bagi para jurnalis Islam.
Pertama menurutnya, kode etik jurnalis Islam adalah landasan seluruh aktivis jurnalistik dan pendefinisian istilah-istilah harus berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
“Kedua, wartawan JITU harus bekerja secara profesional sesuai dengan kaidah profesi jurnalistik umum.” ujarnya.
Ketiga, katanya, wartawan JITU dilarang menerima uang atau bingkisan dari narasumber baik langsung maupun tidak langsung yang berpotensi untuk mengubah tulisan, karena itu termasuk sogokan.
Adapun masalah uang ini mengapa harus dijadikan landasan atau tameng untuk jurnalis Islam karena dikhawatirkan apabila hal ini terus berlanjut akan mengurangi tingkat profesionalisme seorang jurnalis Islam sehingga berdampak buruk pada berita atau laporan yang dibuatnya.
Lebih lanjut, kode etik yang keempat tuturnya, wartawan JITU tidak dibenarkan mempublikasikan berita bohong.
Tidak berbeda jauh dengan Ketua Umum JITU Agus Abdullah, bila seorang jurnalis Islam memberitakan berita bohong, hal ini akan berdampak buruk bagi pembaca. Karena, dikhawatirkan pembaca akan melakukan hal-hal yang merugikan dirinya sendiri.
“Kelima, wartawan JITU harus melakukan konfirmasi atau verifikasi jika akan mempublikasikan berita yang menyangkut kepentingan umum dan umat Islam dalam informasi yang belum jelas kebenarannya.” katanya.
Selain itu, wartawan JITU tidak boleh membuat berita yang mengandung unsur fahisyah (penyimpangan seksual, homoseksual, syirik, tindak pidana).
“Ketujuh, wartawan JITU harus segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang keliru dan meminta maaf terhadap pihak yang dirugikan.” tuturnya
Di akhir pemaparannya tentang kode etik Jurnalis Islam Bersatu, wartawan senior Mahladi Murni mengatakan yang kedelapan adalah wartawan JITU harus mencantumkan sumber data atau informasi yang dikutip olehnya dari media lain.
Dengan demikian, para jurnalis Islam dituntut untuk tidak memikirkan kepentingan pihak-pihak tertentu atau kelompok-kelompok tertentu sehingga merugikan pihak-pihak lain terlebih khusus para pembaca dengan kata lain mengabaikan dampak buruk dari hasil tulisan seorang jurnalis yang tidak profesional. [DP]