BERLIN, (Panjimas.com) – “Transisi kekuasaan di Damaskus harus dibahas pada awal pembicaraan negosiasi mendatang untuk solusi politik di Suriah”, demikian pernyataan Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier mengatakan pada hari Rabu (25/05/2016).
Dalam pernyataan pers dengan Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir di Berlin, Steinmeier berharap adanya kemajuan dalam upaya untuk memulai kembali negosiasi politik antara kubu oposisi Suriah dan rezim Assad demi penyelesaian konflik yang telah berjalan lebih dari 5 tahun tersebut.
“Mengawali negosiasi dengan penyelesaian politik, tentu saja, berarti transisi kekuasaan. dan, oleh karena itu, periode negosiasi selanjutnya akan membahas tentang bagaimana seseorang dapat mengatur transformasi kekuasaan ini dan apa yang akan menjadi langkah pertama dari itu, “kata Steinmeier.
Steinmer mengatakan harapan bahwa kubu oposisi Suriah terlibat dalam pembicaraan mengenai transisi kekuasaan di Damaskus dapat dipahami.
Ia juga berharap agar Arab Saudi dapat mendorong kelompok oposisi Suriah sehingga kemajuan dalam pembicaraan untuk solusi politik konflik Suriah dapat tercapai.
Al-Jubeir mengatakan bahwa ia telah melakukan pembicaraan yang sangat konstruktif dengan rekannya dari Jerman, Menlu Steinmer dengan diskusi yang membahas tentang hubungan bilatera, konflik regional, serta perkembangan situasi di Suriah, Libya dan Yaman.
Dia mendesak negara-negara yang tergabung dalam kelompok Wina, kekuatan global dan juga kekuatan regional dapat mencari solusi politik untuk konflik di Suriah, dengan cara meningkatkan tekanan mereka terhadap rezim Bashar al-Assad agar berhenti melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata. Selain itu, Jubeir mendesak agar kekuatan global dan regional dapat mengupayakan terbukanya akses kemanusiaan ke daerah-daerah di Suriah yang saat ini masih dalam pengepungan rezim Assad.
Pembicaraan damai di Jenewa antara kubu oposisi Suriah dan rezim Assad yang dimediasi PBB, sebagaimana diketahui telah diskors bulan lalu, karena operasi pengeboman dan serangan udara yang terus menerus dilakukan militer Rusia dan pasukan Assad.
Untuk diketahui berdasarkan laporan SCPR yang dirilis pada Februari lalu saja, dilaporkan bahwa 470.000 warga Suriah telah tewas dan sebanyak 1.900.000 jiwa lainnya mengalami luka-luka, cedera baik fatal maupun ringan dalam konflik yang telah memasuki tahun ke-5 itu. Meningkatnya jumlah warga yang tewas dan terluka secara signifikan ini disebabkan menyusul keterlibatan serangan-serangan massif aktor-aktor lain seperti militer Rusia, pasukan IRGC Iran dan milisi Syiah Hizbullah.
Laporan terbaru SCPR (Syrian Center for Policy Research) dengan data kematian 470.000 jiwa, ini tentu sangat mengejutkan karena jumlah ini sangat jauh di atas angka kematian terakhir yang dilaporkan PBB hampir 2 kali lipatnya, yang mana menurut PBB jumlah yang tewas mencapai 250.000 jiwa.
Selain itu, Suriah dilihat dari segi infrastruktur dan sistem kesehatan kondisinya hampir benar-benar dalam kehancuran total, kata para peneliti SCPR.
Peneliti SCPR menambahkan bahwa 400.000 jiwa yang tewas secara langsung oleh kekerasan serta serangan pemboman sementara itu 70.000 jiwa lainnya kehilangan nyawa mereka akibat kekurangan makanan dan obat-obatan ditambah penyakit dan masalah sanitasi.
Untuk diketahui, PBB telah berhenti mengumpulkan data statistik tentang korban-korban konflik Suriah sejak 18 bulan yang lalu (sekitar 1,5 tahun).
Laporan SCPR Februari lalu juga mengatakan bahwa harapan hidup warga Suriah telah menurun dari angka 70 menjadi hanya 55,4.
Menurut SCPR, disebutkan juga bahwa hampir setengah (1/2) dari populasi Suriah terpaksa melarikan diri ke kamp-kamp pengungsian di Negara-negara tetangga, maupun yang bermigrasi ke benua Eropa
Laporan SCPR itu mengatakan bahwa 45 persen dari populasi Suriah telah mengungsi, lebih dari 4 juta telah menjadi pengungsi di negara-negara lain dan 6 juta lainnya mengungsi di wilayah lain masih di dalam negeri Suriah.
Laporan ini juga menyinggung kerugian ekonomi yang dialami Suriah, dengan mengatakan bahwa perang telah menelan biaya $ 255 milyar dollar dan bahwa hampir 14 juta orang kehilangan mata pencaharian mereka.
Untuk diketahui, kemiskinan di Suriah telah meningkat 85% pada tahun 2015, selain itu dari sisi kesehatan, standar pendidikan dan pendapatan warga, kondisinya sangat memburuk. [IZ]