JAKARTA, (Panjimas.com) – Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) mendesak hukuman mati untuk pelaku kejahatan seksual pada anak. ICMI menilai hukuman mati adalah hukuman setimpal bagi pelaku kejahatan seksual khususnya pada anak-anak.
“Namun untuk pelaku yang masih anak-anak akan diperoleh klasifikasi sesuai instruksi Presiden karena kemungkinan itu bukan keinginan mereka melainkan ada pengaruh untuk melakukannya,” kata Wakil Ketua Umum ICMI Sri Astuti Buchari saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (19/5/2016). Demikian dilansir republika.
Memang saat ini hukuman mati masih menjadi pro dan kontra di negeri ini. Hak Asasi Manusia (HAM) selalu dijadikan tameng bagi mereka yang menolak hukuman mati. Namun ICMI memandang HAM jangan sampai membuat penegakan hukum bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersendat.
Hukuman mati, kata Sri, bukanlah perbuatan sadis. Hukuman ini diyakini justru mampu menekan angka kekerasan seksual terhadap anak. Orang-orang yang hendak melakukan kekerasan tersebut pasti akan berpikir sekian kali untuk melakukannya jika dibayang-bayangi hukuman mati.
ICMI mendesak pemerintah memberlakukan hukuman mati bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak lantaran hukuman ini terdengar mengerikan. “Jadi orang yang mau melakukan itu (kekerasan seksual) akan berpikir seribu kali. Kemudian hukuman mati juga sudah tidak menimbulkan dampak-dampak lagi,” ujar Sri.
ICMI juga merekomendasikan pemerintah untuk menghindari hukuman kebiri. Pasalnya berdasarkan rekomendasi Menteri Kesehatan dan Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa indonesia (PP-PDSJKI), kebiri mempunyai efek dan berdampak panjang secara medis, psikologis, kejiwaan, dan sosial bagi yang terkena hukuman tersebut.
Sri mengatakan jika apemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait kejahatan seksual dan perlindungan anak maka harus disesuaikan dengan perundang-undangan yang berlaku.
ICMI pun mendesak pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya bagi sarjana maupun remaja lulusan SMU pada tingkat pemerintahan kabupaten/kota dan kecamatan agar tidak lagi terjadi kerusuhan sosial mapun kejatan seksual yang disebabkan oleh tingginya pengangguran. [RN]