JAKARTA, (Panjimas.com) – Keluarga Siyono melaporkan dua anggota Densus 88 ke Polres Klaten, Jawa Tengah, terkait kematian Siyono. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan laporan itu akan ditindaklanjuti.
“Nanti akan diproses. Semua laporan polisi yang masuk kepada Polri pada intinya dilakukan penyelidikan,” kata Badrodin di Jakarta pada Senin, (15/05/2016).
“Apakah betul ada tindak pidana atau tidak, silakan dilakukan langkah-langkah penyelidikan sebagimana SOP yang berlaku,” ujarnya seperti dilansir Detik.
Keluarga almarhum Siyono didampingi kuasa hukum dari tim pembela kemanusiaan akhirnya membuat laporan resmi terkait kematian Siyono saat ditangkap Densus 88.
“Keluarga baru melaporkan dugaan tindak pidana pada hari ini adalah untuk dapat mempertimbangkan dengan baik dan seksama, arah pertanggungjawaban pihak Kepolisian Republik Indonesia terhadap penanganan perkara ini,” kata Koordinator Tim Pembela Kemanusiaan Trisno Raharjo, Ahad.
Trisno mengatakan ada tiga laporan yang dibuat oleh keluarga ke polisi. Pertama, dugaan tindak pidana pembunuhan atau tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian diduga dilakukan oleh anggota Densus 88.
“Tidak terbatas pada mereka yang telah diputuskan oleh Komisi Etik Profesi Polri, yakni AKBP T dan IPDA H,” ujar Trisno.
Kedua, keluarga melaporkan dugaan tindak pidana menghalang-halangi penegakan hukum dan autopsi terhadap jenazah almarhum Siyono, yang diduga dilakukan polwan yang menyerahkan dua gepok bungkusan yang ternyata uang Rp 100 juta.
Ketiga, dugaan tindak pidana pelanggaran kewajiban dokter terhadap pasien yang diduga dilaksanakan oleh doter Forensik, dr Arif Wahyono, SPF, DFM yang membuat surat keterangan tertanggal 11 Maret 2016, yaitu Sertifikat Medis Penyebab Kematian yang tidak mengisi dengan benar formulir sebab kematian Siyono.
Pihak keluarga sebelumnya melalui Tim Pembela Kemanusiaan telah menyurati Kapolri tanggal 18 April 2016, yang intinya meminta penuntasan perkara almarhum Siyono melalui jalur hukum pidana. Namun surat tersebut sampai saat ini belum mendapatkan jawaban.
“Keluarga menghormati atas putusan komisi etik profesi Polri, namun keluarga tidak melihat adanya keadilan dalam putusan komisi etik profesi Polri tersebut,” lanjut Trisno. [TM]