YOGYAKARTA, (Panjimas.com) – Hanya dalam hitungan jam sejak serangan terakhir di hari Jum’at pekan lalu, serangan berdarah yang menerjang Aleppo sudah menuai kecaman jutaan publik dunia. Tagar #AleppoIsBurning dan #saveAleppo pun memenuhi ragam linimasa di media sosial.
Serangan atas fasilitas publik paling vital yakni sebuah rumah sakit sipil di Al Quds yang merenggut kurang lebih 30 korban jiwa dan sedikitnya 62 luka-luka. Bahkan 24 jam sebelum serangan fatal ke rumah sakit sipil ini, pesawat milik militer Rusia melepas roket kendalinya dan menargetkan markas tim keamanan sipil di wilayah Atarib, Aleppo. Lima personil keamanan meregang nyawa dalam serangan udara yang tak imbang ini.
Dari balik bangunan sipil yang runtuh, tembok yang hancur, dan puing-puing sisa gempuran bom, Aleppo tampak jelas sedang memerah darah. Belasan ribu keluarga sipil di Aleppo kini sedang tertatih, terjebak dalam gempuran perang. Menurut data UNHCR di bulan April 2016, jumlah orang yang tewas akibat konflik berdarah di Suriah mencapai: 10.381 orang, sedangkan jumlah pengungsi yang tersebar di beberapa negara mencapai 4.842.896 orang, dengan rincian di Turki 2.749.140 jiwa, Lebanon 1.055.984 jiwa, Yordania 642.868 jiwa, Irak 246.123 jiwa, Mesir 119.665 jiwa, Afrika Utara 29.116 jiwa, dan Eropa 972.012 jiwa.
Merespon hal tersebut, Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) DIY bersama dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia DIY melakukan aksi solidaritas kemanusian untuk rakyat Suriah pada hari Ahad, (8/5/2016) di perempatan Kantor Pos Besar (nol kilometer) dengan pernyataaan sikap sebagai berikut :
Pertama, terus mendorong semua pihak terutama warga Jogja untuk membangun kepedulian kepada warga Suriah yang menjadi korban peperangan.
Kedua, semua elemen masyarakat global harus memberikan bantuan dimanapun pengungsi Suriah kini berada, termasuk di dalamnya memberikan kemudahan atau membuka akses bagi pengungsi Suriah untuk bisa mengungsi ke negara tetangga baik di Timur Tengah.
Ketiga, media massa harus terus mempublikasikan keadaan terkini disana, tanpa mendramatisir atau mempolitisir apa yang menjadi problematika di Suriah. Jurnalisme kemanusiaan harus benar-benar dijunjung tinggi.
Keempat, pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT dan media massa tidak melakukan stigmatisasi terorisme terhadap program kemanusiaan untuk Suriah, yang menyebabkan kontraproduktif dalam upaya membangun upaya bantuan kemanusiaan secara maksimal untuk rakyat Suriah.
Aksi yang diikuti ‘hanya’ sekitar 50an orang ini ternyata cukup efektif. Dengan atribut serba merah ini mampu menarik perhatian masyarakat sekitar, ikut serta berdoa dan menyumbangkan dana untuk Suriah. Salah seorang anak SD yang menyaksikan dan kemudian mengikuti aksi bernama Adit (12) ikut merasakan betapa beratnya penderitaan rakyat Suriah. “Sedih rasanya mendengar ada pembantaian di Suriah, titip pesan buat Presiden Jokowi tolong dibantu mereka dengan uang yang banyak,” ungkapnya polos kepada ACT. [RN]