JAKARTA, (Panjimas.com) – ‘’Ibukota yang baik merupakan cermin dari negara yang baik. Kita bisa melihat contohnya, bagaimana Rasulullah hijrah dari Makkah ke Yastrib (Madinah) dan kemudian membangun tatanan kehidupan masyarakat yang lebih baik dari Madinah. Sehingga, Madinah kemudian menjadi pusat peradaban dan keagamaan.”
Demikian dituturkan Prof Yusril Ihza Mahendra saat bersilaturahim ke Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia di Jalan Kramat Raya 45 Jakarta Pusat, Dewan Da’wah, Selasa (26/4/2016).
Yusril yang didampingi Ketua Tim Pemenangan Pemilihan Gubernur DKI, Zulfi Syukur, disambut oleh Ketua Dewan Pembina Dewan Dakwah Prof AM Saefuddin, Anggota Pembina KH Cholil Ridwan, Wakil Ketua Umum Dr Mohammad Noer, dan lain-lain.
Salah satu bakal calon gubernur DKI itu menuturkan, Jakarta merupakan kota multikultural, multireligius, multietnis, dan sebagainya. Sehingga, warga Jakarta Jakarta menamai wilayahnya sesuai daerah asal mereka seperti Kampung Melayu, Kampung Bugis, Kampung Ambon, Kampung Makasar, Kampung Bali, dan lain-lain.
‘’Dulu pada tahun 70-an, pemerintah Jepang mengatakan orang Betawi adalah orang Jawa yang menggunakan Bahasa Melayu, tapi bukan orang Jawa dan bukan orang Sunda,” Yusril mencontohkan sifat multietnis Jakarta.
Pakar Hukum Tata Negara tersebut menyatakan, visinya sebagai calon pemimpin DKI adalah membangun Ibukota yang kosmopolitan dan religius. “Mudah-mudahan ke depan Jakarta menjadi kota kosmopolitan, religius tentunya, modern, dan menjadi pusat budaya serta perdagangan. Kita tetap mempertahankan situs-situs sejarah dan perekonomian masyarakat yang sudah eksis,” tandas Yusril.
Lebih lanjut ia memaparkan kosepnya, bahwa Jakarta akan langsung ditangani oleh pemerintah pusat. ‘’Jadi tidak ada Gubernur Jakarta lagi, yang ada Menteri Urusan Ibukota,’’ katanya.
Sekarang ini, Jakarta sebagai Ibukota Negara, tapi diatur oleh Pemda. Sehingga, kebijakan dari pemerintah pusat dengan pemerintah daerah kadang bersebrangan. ‘’Ini sangat lucu, terjadi paradoks. Ke depan bila saya jadi gubernur Jakarta, Jakarta langsung diurus oleh pemerintah pusat.’’
Yusril mencontohkan Malaysia, yang memiliki federal teritory yang langsung dipegang pemerintah pusat.
Mantan Menteri Sekretaris Negara ini sudah mempunyai kiat untuk menanggulangi masalah Ibukota seperti soal sampah, macet, banjir, dan kawasan kumuh (slum).
Namun, Yusril belum bersedia membuka secara detil program-programnya itu. ‘’Tidak mungkin semua program saya jelaskan sekarang, karena nanti bisa ditiru oleh Pak Ahok dan menjadi programnya dia. Akibatnya, nanti bingung Saya kalau jadi gubernur mau ngerjain apa, he he he,” seloroh Yusril.
Saat ditanya bagaimana jika Ahok jadi tersangka kasus korupsi, kembali Yusril menjawab dengan candaan, ‘’Oh, jangan dong, nanti saya nggak punya calon tanding lagi, he he he.’’
Dewan Pembina Dewan Dakwah, dalam pertemuan tersebut, sepakat mendukung Yusril Ihza Mahendra sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Bahkan, untuk maju ke pilpres berikutnya.
‘’Kita sangat mendukung Pak Yusril untuk maju menjadi Gubernur Jakarta, syukur-syukur bisa menjadi Presiden RI 2019-2024. Kalau Allah takdirkan Pak Yusril jadi Gubernur Jakarta, maka Jalan Kramat Raya seharusnya diganti menjadi Jalan Mohammad Natsir. Ini bagian dari pelurusan sejarah,” tutur Prof AM Saefuddin, yang diaminkan KH Cholil Ridwan.
Menjawab pertanyaan Dr Mohammad Noer, Yusril mengungkapkan bahwa pencalonan dirinya untuk maju ke Pilgub DKI, akan dievaluasi pada Mei ini.
“Saya sudah datang ke bakal calon gubernur lain. Kami sepakat kita lempar bola. Siapa yang dukungannya paling banyak, dia yang akan maju. Bahkan Bang Adhiyaksa Dault bilang kepada saya, bahwa beliau siap menjadi Ketua Kampanye Pemenangan Pilgub saya jika memang harus saya yang maju,’’ ungkap Yusril.
Ia melanjutkan, beberapa partai sudah dia datangi, dan mereka sepakat untuk mengajukan satu calon. ‘’Saya sengaja tidak menonjolkan partai saya sendiri. Saya belajar dari Pak Natsir dalam menggolkan Mosi Integral, bagaimana beliau mengajak DN Aidit, PNI, dan tokoh Kristen dalam penandatanganan Mosi Integral demi NKRI. Akhirnya RIS kembali menjadi NKRI.”[RN]