YOGYAKARTA, (Panjimas.com) – Badan Koordinasi Pendidikan Al Qur’an dan Keluarga Sakinah Indonesia (BKPAKSI) mengadakan dialog bertema “Ketahanan Anak Usia Dini Terhadap Fenomena LGBT”di Masjid Jogokaryan Jalan Jogokaryan no. 36, Mantrijeron, Yogyakarta, Sabtu (30/4/2016).
Dalam rangkaian kegiatan Membangun Keluarga Tangguh Berbasis Al Qur’an Mempersiapkan Pemimpin Bangsa, BKPAKSI mengundang Fahira Fahmi Idris, SE.MH ketua Aktifis Perempuan dan Anak Sebagai pembicara.
Fahira mengawali kajiannya bahwa maraknya Lesbi, Gay, Bisexsual dan Transgender (LGBT) diawali oleh legalitas negara Belanda. Bahkan Persatuan Bangsa – Bangsa (PBB) mengakui LGBT, hanya selang 2 tahun setelah pengakuan Belanda dan yang terakhir Amerika.
“Maraknya malapetaka yang ada di negara kita bukan hanya fenomena alam, tapi juga maksiat miras, narkoba dan yang sekarang perilaku pernikahan sejenis atau LGBT” ucap Fahira yang juga aktifis anti miras.
Dalam acara yang dihadiri 200 an peserta dari 25 provinsi di Indonesia, Fahira memberikan bentuk sikap terhadap LGBT ada tiga, yang pertama pelaku, kedua perilaku, dan ketiga lingkungan.
“Pelaku itu ada disekitar kita, percaya ndak? Kepadanya sikap kita tetap biasa saja tapi jangan berada dikelompok mereka” ujar wakil ketua Komite III DPD RI.
Fahira yang juga pegiat Gerakan Indonesia Beradab (GIB), dalam hal ini berkomitmen untuk ikut terlibat membantu menyembuhkan para pelaku LGBT dalam kapasitasnya sebagai anggota Dewan. Menurut Fahira perlu tempat rehabilitasi LGBT di Indonesia karena menurutnya hal ini merupakan ancaman serius.
“LGBT itu penyakit dan menular, cara menularnya seperti apa, yaitu pembiaran. Sekarang TV, radio, media berani mempromosikan program yang cenderung berprilaku LGBT. Yang di TV apa itu bu? Film anak? Ya, spongebob” tanya Fahira pada peserta.
Fahira menekankan pentingnya perhatian keluarga pada anak agar tidak terpengaruh dengan perilaku LGBT. Karena banyak pengalaman Fahira terhadap teman-temannya menjadi catatan baginya untuk menjadi perhatian.
“Banyak mereka berprilaku menyimpang namun takut mengkomunikasikan dengn keluarga. Bahkan pembenaran mereka bahwa Allah sudah menciptakan kita seperti ini. Nah inilah hal yang salah namun jadi dalil mereka. Saya punya teman juga seperti itu, tapi Alhamdulillah dia sadar dengan perilaku itu tapi tidak tahu cara menghentikanya. Setelah konsultasi dia coba pisah dengan pasangannya, dia serumah di Jakarta, kemudian dia kuliah ke Surabaya, lambat laun pasangannya malu dirumah itu” ungkap Fahira.
Fahira menutup kajiannya dengan mengajak peserta lebih perhatian terhadap anak. Kedepan dirinya akan menggandeng Partai Keadilan Sejahtera (PKS)untuk merancang undang-undang ketahanan keluarga.
“Kita perhatikanlah anak-anak kita, dengan mengajarkan adab dalam berpakaian , mengenalkan aurot anak kita, juga harus mampu memisahkan tempat tidur mereka ketika masa baliq, meski anak kita sama jenisnya” pungkasnya. [SY]