JAKARTA,(Panjimas.com) – Buntut dari omongan Ruhut Sitompul yang mengatakan HAM adalah Hak Asasi Monyet pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan POLRI dan BNPT pada hari Rabu, 20 April 2015 yang lalu. PP Muhammadiyah melaui Ketua PP Pemuda Muhammadiyah melaporkan kasus ini ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Jumat, (28/4/2016).
Dalam laporannya disebutkan, walaupun saudara Ruhut sebagai Anggota DPR RI itu mempunyai Hak Imunitas yang di atur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi tentu hal tersebut mempunyai batasan-batasan tertentu, yaitu: kode etik. Yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan di atur lebih lanjut dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik.
Banyak pasal dan ayat yang dilanggar oleh saudara RUHUT dengan keluarnya perkataan yang tuna etika tersebut, yaitu:
– Pasal 51 ayat (1) huruf (f) Undang-Undang No. 8 Tahun 2012
Bunyinya: “Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: f. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945”
– Pasal 81 huruf (a) dan (g) Undang-Undang No. 17 Tahun 2014
Bunyinya: “Anggota DPR berkewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila; g. menaati tata tertib dan kode etik”
– Pasal 2 ayat (4) Peraturan DPR No. 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik
Bunyinya: “Anggota harus selalu menjaga harkat, martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya serta dalam menjalankan kebebasannya menggunakan hak berekspresi, beragama, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan”
– Pasal 18 ayat (2) huruf (b) Peraturan DPR No. 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik
Bunyinya: “Untuk menjaga kelancaran Rapat dan untuk menjaga martabat dan kehormatan DPR, Anggota dilarang: b. berkata kotor;
“Maka sudah selayaknya, saudara Ruhut itu untuk ditindak secara tegas oleh MKD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: Pasal 87 ayat (2) huruf (b) UU No. 17 Tahun 2014, diberhentikan karena melanggar kode etik dewan.” ujar Dahnil Anzar Simanjuntak. Jumat, (28/4/2016).
Dahnil Anzar menambahkan, sebagai bahan penunjang dari laporan ini, kami lampirkan kliping-kliping pernyataan saudara Ruhut yang tersebar di banyak media, yang tentunya diketahui oleh khalayak. [RN]