BOGOR, (Panjimas.com) – Pasca pemindahan ke LP Gunung Sindur, Ustadz Abu Bakar Baasyir diletakkan di blok D1, sebagai blok khusus bagi kasus terorisme. Karena beliau adalah satu-satunya napi yang divonis dalam kasus terorisme di lapas Gunung Sindur yang rata-rata penghuninya adalah napi-napi kasus narkoba kelas berat dan kasus-kasus korupsi.
Di blok tersebut beliau ditemani seorang napi yang juga tervonis kasus terorisme. Di blok tersebut terdiri dari 3 ruang, 1 ruang kamar mandi, dan dua ruang sel hunian yang masih kosong yang digunakan oleh beliau untuk ruang tidur dan satu ruang lagi untuk ruang makan.
Walau masih dikunci selama 24 jam, namun pihak lapas Gunung Sindur (gundur) sudah memberikan beberapa kelonggaran kepada beliau tidak demikian saat di lapas Pasir putih Nusakambangan. Diantaranya kelonggaran untuk berjemur di sinar matahari selama beberapa jam sehari dan sholat jum’at berjamaah di masjid. Namun pihak lapas gundur belum memberikan ijin untuk pelaksanaan sholat fardhu 5 waktu secara berjamaah di masjid lapas.
“Peraturan besuk di sana masih mengikuti protap yang sama dengan lapas Pasir Putih Nusakambangan. Walau lebih mudah dan tidak berbelit-belit, namun Ustadz Abu masih tidak boleh dijenguk siapapun kecuali oleh keluarga terdekat dan itupun hanya boleh bertemu di ruang kaca tanpa rongga sedikitpun untuk berkomunikasi langsung.” ungkap Ustadz Abdurrahim Ba’asyir Jumat, (28/4/2016).
Komunikasi saat besuk menggunakan alat intercom yang disediakan oleh pihak lapas. Alat intercom menggunakan kabel yang tersambung ke ruang server khusus baru di kirimkan ke intercom yang di pegang oleh Ustadz Abu.
“Pengalaman kami saat menggunakan alat intercom kemarin, bahwa komunikasi menggunakan alat tersebut masih sering terganggu, sering terputus dan suara kurang jelas.” tambahnya.
Hal ini juga masih menjadi bahan keberatan pihak keluarga, karena menurut team pengacara Ustadz Abu Bakar Ba’asyir bahwa perlakuan sedemikian rupa tidak layak diterapkan kepada ustadz Abu Bakar Ba’asyir karena standar demikian sebenarnya hanya diterapkan kepada para napi yang “nakal” (napi yang di dalam komplek penjara masih melakukan aktifitas kriminalnya, seperti mengendalikan bisnis narkoba atau kabur keluar penjara dengan menyogok petugas atau melakukan kejahatan di dalam komplek penjara).
Sedangkan ustadz Abu tidak pernah melakukan “kenakalan” apapun selama ditahan di lapas manapun selama ini, bahkan beliau selalu menunjukkan sikap kooperatif dan akhlak mulia terhadap seluruh petugas lapas.
Sikap dan akhlak mulia beliau diakui oleh seluruh petugas lapas di manapun beliau ditahan. Maka protap isolasi dengan ruang kaca adalah salah satu bentuk penzaliman oleh pejabat-pejabat negeri ini terhadap beliau meneruskan kebijakan yg diperlakukan sejak di Lapas Pasir Putih Nusakambangan.
Pelanggaran hak privasi Ustadz Abu Bakar Ba’asyir juga masih terjadi dengan protap pemasangan camera CCTV jaringan online yang dapat dilihat oleh kalangan yang tidak berwenang lagi mengurus beliau di jajaran pemerintahan.
Mengingat bahwa Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sudah menjadi napi di bawah wewenang Kemenkumham dan Dirjen Lapas. Kamera di pasang di ruang tahanan yang merekam segala gerak gerik beliau di dalam kamar selama 24 jam.
“Ini adalah bentuk pengawasan yang sangat berlebihan dan merupakan pelanggaran hak privasi beliau sebagai orang yang sudah sepuh berumur 80 tahun tentunya ada kondisi tertentu yang tak ingin terekspose ke publik saat berada di kamar. Apalagi lampu ruang sel beliau harus menyala sepanjang malam untuk kepentingan camera CCTV.” ujar putra Ustadz Abu Bakar Ba’syir tersebut. [RN]