JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua Pusat HAM Islam Indonesia (Pushami) Muhammad Hariadi Nasution SH.,MH.,CLA. menilai bahwa hukum di Indonesia saat ini sudah tidak lagi objektif, hal tersebut menanggapi perlakuan aparat pemerintah yang tidak adil antara mengistimewakan buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono dan penjagaan super ketat terhadap ulama sepuh Ustaz Abu Bakar Baasyir.”
Dari segi perlakuan itu kita lihat sangat tidak adil, padahal kasusnya sama-sama extra ordinary crime,” ujar Muhammad Hariadi yang akrab dipanggil Ombat, Senin (25/4/2016).
Kata Ombat, Samadikun itu sudah merugikan negara, merampok uang rakyat, sementara Ustaz Abu sampai saat ini masih belum jelas apa kesalahannya “Jadi rekayasa lah itu semua,” ungkapnya.
Dengan ketidakadilan yang dipertontonkan seperti ini, Ombat menilai penegakkan hukum masih berpihak dengan jabatan, kekuasaan dan kekayaan. “Kelihatan sekali perlakuan terhadap koruptor itu sangat sopan sekali, seperti diagungkan, dan itu tidak bisa dipungkiri karena uangnya banyak,” jelas advokat muda itu.
Oleh karena itu, menurut dia, masyakat harus mengawal kasus ini. Dalam undang-undang berlaku hukuman mati untuk koruptor, apalagi kasus korupsi BLBI ini masuk pasal berlapis, diantaranya melarikan diri, memalsukan surat dan lain-lain.
Hukum Manusia tak Adil
Ketua Pusat HAM Islam Indonesia (Pushami) Muhammad Hariadi Nasution,SH.,MH.,CLA menilai perlakuan istimewa terhadap buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono dan penjagaan super ketat kepada ulama sepuh Ustaz Abu Bakar Baasyir itu sebagai bentuk ketidakadilan hukum.
“Dari segi perlakuan itu kita lihat sangat tidak adil, padahal kasusnya sama-sama extra ordinary crime,” tuturnya dalam kesempatan yang sama.
Menurutnya, ketidakadilan tersebut menunjukkan bahwa hukuman buatan manusia itu lemah dan bisa diintervensi oleh kepentingan tertentu. “Kalau hukum buatan manusia hasilnya ya seperti itu, bahkan yang sudah di penjara pun masih bisa melakukan aktivitas kejahatannya,” kata Ombat.
Ia mencontohkan, kasus narkoba misalnya, dari dalam penjara ada yang masih bisa jualan, atau kasus koruptor yang penjaranya bisa dirubah jadi mewah dan bisa keluar masuk dengan menyogok sipirnya.
“Jadi hukum manusia itu tidak adil, karena itu solusinya harus diganti dengan hukum Islam, karena yang benar memang itu,” jelas Ombat.
“Coba kita renungi bareng-bareng, dalam hukum Islam, seperti kasus mencuri yang sudah lewat batas nisob itu dipotong tangannya. Itu kemungkinan besar yang lain tidak akan berani mencuri, kenapa, karena sudah ada contohnya kalau mencuri itu dipotong tangannya,” tambahnya.
Contoh penerapan potong tangan saat ini sudah diterapkan di Arab Saudi. Dengan berbagai kekurangan dan kelebihan terkait penerapannya, namun faktanya disana angka kriminal itu sedikit. “Memang masih ada yang mencuri tapi sangat sedikit disana itu,” tandas Ombat. [AW/Suara-Islam]