MALANG (Panjimas.com) – Usai menjalankan misi jihad ke Afghanistan dan Pakistan, Umar Patek pada Desember 1995 melanjutkan perjuangannya ke Filipina. Dia mengaku tak tertarik ke Indonesia, karena tidak ditemukan adanya konflik berbau agama yang harus diperangi.
Tiga tahun tinggal di Filipina, Umar Patek kemudian melamar gadis setempat keturunan Katolik. Tahun 1998, dia memutuskan menikahi gadis mualaf itu.
“Istri saya katolik dan aku minta calon mertuaku hadir saat pernikahan di Camp Abu Bakar Assidiq di Filipina. Saat itu, mertua khawatir jika hadir akan dibunuh karena katolik,” ujar Umar Patek di Malang, Senin (25/4).
“Dia seorang mualaf, ayahnya juga pendeta,” kisahnya.
Ketika lamarannya diterima, Umar pun memohon calon mertua dan keluarganya untuk hadir di Camp Abu Bakar Sidiq di Camp Mujahidin di Filipina. Mereka yang pemeluk Katolik diminta menyaksikan pernikahan Umar Patek.
“Mereka berpikir, nanti akan dibunuh. Tetapi aku menjamin keamanan. Darah kalian haram, harta kalian akan aman,” kisahnya.
Janji suci kedua mempelai pun terwujud dengan dihadiri mertua dan keluarganya. Tidak terjadi insiden apapun dan pernikahan berjalan sesuai dengan rencana.
“Kami tidak serta-merta memerangi orang non muslim, apalagi sipil non muslim. Kami berperang hanya pada tentara, kami mempertahankan wilayah kami,” tegasnya.
Pada hari pernikahan, keluarga berfoto bersama. Perbedaan saat itu sama sekali tidak tampak, karena memang bukan orang yang harus diperangi.
“Cerita ini untold story, karena akses media yang sulit. Jarang masyarakat kenal dengan kami. Orang mengenalnya Umar Patek killer machine dan sadis. Keluarga orang-orang non muslim, masih aku kenal, tanpa perselisihan,” kisahnya.
Umar juga menceritakan, bagaimana kebiasaan selebrasi dengan menembakkan senjata di udara juga ditiadakan. Semua dilakukan demi jaminan keamanan para tamunya.
“Biasanya ada selebrasi, agar tidak memberikan rasa takut selebrasi itu dilarang. Sampai akhirnya mereka berkomentar, Islam agama yang damai,” katanya.
Umar Patek pulang kembali ke Indonesia pada tahun 2000 sebelum penyerangan bom Bali. Kemudian, ia kembali ke Filipina pada 2002 usai bom Bali sebelum akhirnya ditangkap di Pakistan dan diekstradisi ke Indonesia serta divonis 20 tahun penjara.
Amerika sempat mempublis sayembara penangkapan Umar Patek senilai 1 juta dolar AS. Hingga akhirnya agen keamanan Pakistan menangkap Umar Patek bersama istrinya pada Januari 2011 di Abbottabad, sebuah kota garnisun di barat laut Pakistan yang menjadi lokasi tewasnya pimpinan Al Qaeda, Osama bin Laden, dalam serangan tentara Amerika Serikat pada Mei 2011 lalu.
Istri Umar Patek diketahui bernama Ruqayyah Binti Husen Luceno alias fatimah zahrah. Ia dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 266 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) KUHP dan pasal 266 ayat 2 KUHP jo pasal 55 ayat 2 (2). Ruqayyah divonis 2 tahun 3 bulan penjara terkait perkara pemalsuan identitas dokumen keimigrasian. [AW/Lip6, mdk, dbs]