JAKARTA, (Panjimas.com) – Ada yang berbeda dengan Balai Sudirman, Sabtu (23/04/2016). Tiga ribu tokoh menghadiri acara Muktamar Tokoh Ummat yang bertajuk “Syariah dan Khilafah Wujudkan Islam Rahmatan lil ‘Alamin”. Acara ini digelar Hizbut Tahrir Indonesia untuk menegaskan pada ummat akan pentingnya Khilafah untuk mewujudkan kerahmatan Islam bagi seluruh alam.
Dalam release yang dikirimkan ke Panjimas Ahad, (24/4/2016) disebutkan, muktamar ini menjawab berbagai keraguan pihak yang selama ini menganggap ide penerapan syari’ah kaffah dalam bingkai Khilafah sebagai ide yang melangit. Para pemateri berhasil mengetengahkan gambaran Khilafah dalam mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin di berbagai bidang mulai dari penjagaan keamanan, pemenuhan kebutuhan masyarakat, hingga penjagaan nasab manusia.
Dalam pemaparan materi “Khilafah Menjaga Akidah Ummat”, ditegaskan bahwa penjagaan ini adalah bentuk kasih sayang yang tinggi oleh negara dimana tidak ingin rakyatnya disentuh oleh api neraka. Negara Khilafah berkewajiban menanamkan pemahaman islam secara formal, terus-menerus di seluruh jenjang pendidikan, juga di tengah masyarakat melalui media atau masjid dan majelis ta’lim. Negara juga menghimbau tumbuhnya budaya amar ma’ruf nahi munkar di kalangan masyarakat.
Jika ada yang berpaling dari islam, maka akan diajak berdialog untuk kembali pada islam. Namun bila menolak maka harus dibunuh. Hal ini untuk menyelamatkan akidah ummat, agar tidak terjadi penularan apalagi wabah murtad di tengah mereka. Begitupula jika ada pemahaman nyeleneh, seperti aliran sesat atau paham liberal, maka negara akan menindak tegas agar tidak sampai beredar dan meracuni ummat.
Negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat, demikianlah tema materi kedua. Dengan keadilan islam, negara wajib memastikan tidak ada satupun rakyatnya yang terlantar. Sistem ekonomi islam yang diterapkan negara menetapkan tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum serta kepemilikan negara. Dengan demikian, tidak akan ada ketimpangan ekonomi karena penguasaan kepemilikan umum atau bahkan negara oleh segelintir pengusaha, baik pribumi ataupun asing.
Islam mewajibkan laki-laki baligh yang berakal dan sehat untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti ibu, bapak, istri, saudara perempuan, serta anaknya. Jika dia tidak mampu karena adanya udzur, maka walinya yang menanggung. Namun bila tidak punya wali atau walinya pun tak mampu, maka kewajiban itu menjadi tanggungan negara.
Selanjutnya berbicara tentang keamanan, satu hal penting yang susah didapatkan dalam sistem kapitalisme saat ini. Negara khilafah memiliki sejumlah hukum yang mampu mengatasi kriminalitas, baik berupa pencurian dengan segala jenisnya, seks bebas, pemerkosaan, minuman keras dan narkoba, LGBT, pembunuhan, dll. Pemberantasan tindak kriminalitas secara umum melalui dua hal, pencegahan dan penerapan sanksi.
Pencegahan yang dilakukan negara adalah dengan pelaksanaan syari’at secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pemberian sanksi hukum, sesuai dengan ketetapan syari’at berdasar jenis kriminalitasnya. Pemberian sanksi ini berfungsi sebagai zawajir, yaitu memberikan efek jera sehingga mencegah terulangnya perilaku tersebut, baik oleh pelaku ataupun orang lain. Sanksi ini juga sebagai jawabir, yaitu penebus dosa sang pelaku.
Islam juga memberikan tuntunan penjagaan keutuhan dan kedaulatan wilayah negara. Islam memberikan pemahaman bahwa kaum muslimin adalah ummatan wahidah, oleh karena itu mereka tak boleh berpecahbelah. Negara wajib menjaga pondasi dan keutuhan pelaksanaan syari’at, serta tidak boleh memberi sedikitpun peluang terjadinya bughot, juga disintentegrasi. Bila ada kafir penjajah yang ingin memporak-porandakan kesatuan negara, ingin menguasai, ataupun menimbulkan fitnah di dalam negeri, maka harus diperangi.
Dari seluruh pemaparan materi dapat dipahami oleh para peserta tentang ke-rahmatan lil ‘alamin-an islam. Dan hal ini akan terwujud nyata dengan adanya institusi khilafah. Karena negara inilah yang akan menerapkan syari’at islam secara kaffah. Dan ini bukanlah khayalan semu ataupun impian kosong. Para peserta pun sepakat untuk turut serta memperjuangkannya, sebagai wujud keimanan yang kokoh kepada Allah SWT. [RN]