SOLO, (Panjimas.com) – Muryanto (43) seorang penyandang tunanetra ini menggerakkan jemari tangannya, meraba lembaran putih yang memiliki tonjolan-tojolan diatasnya. Suara merdu bacaan ayat suci Al Qur’an surat Al Baqoroh keluar dari mulut bapak 4 anak tersebut, ketika Panjimas mengunjunginya, Sabtu (22/4/2016).
Di sebuah bangunan dengan papan nama bertuliskan “Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) Al Quran Braile Yayasan Al Ikhwan Surakarta” yang berlantai dua dengan ukuran luas sekitar …ini, berada di jalan Semen Rante, Rt 01/3 Mangkuyudan, Laweyan, Solo. Muryanto menjelaskan lembaran tersebut adalah Al Qur’an berhuruf Braile.
Muryanto mengatakan aktifitas belajar membaca Al Qur’an Braile bagi penyandang tunanetra saat ini mulai kendor, sekitar 10 orang biasanya setiap ahad mereka datang di tempat TPA tersebut, , apalagi bila masuk bulan Ramadhan kegiatan mengaji semakin meningkat.
“Dulu awalnya dari Himpunan Tunanetra Indonesia (HTI) namun sekarang berubah menjadi Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI), kemudian oleh pak Kuat Mardiyanto dan pak Agus Purwanto, mendirikan Yayasan Al Ikhwan Solo. Waktu awal berdiri itu sekitar tahun 1993, tepatnya ndak tahu saya” ucap Muryanto yang juga berprofesi sebagai tukang pijat tunanetra.
Sebagai seorang pengajar Al Qur’an Braile, Muryanto tidak mengalami banyak kendala, materi yang disampaikannya apabila siswa sudah bisa membaca huruf Braile, untuk mempelajari Al Qur’an Braile lebih mudah. Menurutnya tinggal keistiqomahan siswanya sendiri dalam menuntut ilmu di TPA tersebut. Pasalnya cukup dua kali pertemuan saja mereka dipastikan sudah bisa membacanya.
“Materi yang saya sampaikan itu, yang penting bisa baca dulu, masalah perbaikan makhraj dan tajwidnya nanti sambil jalan, pada intinya huruf yang ada di Al Qur’an Braile itu sama dengan huruf abjad Braile, tinggal modifikasi kalo fatkah, kasroh, dhomah itu ada tambahan tonjolan lain” ujarnya.
Muryanto berharap siswa yang sudah bisa membaca Al Qur’an lebih meningkatkan lagi dengan hafalan-hafalan surat, sehingga nantinya jika ada lomba, atau kajian tilawah baca A Qur’an mereka bisa tampil meski dengan kekurangan fisik namun tidak kalah dengan orang lain.
Kendala saat ini menurut Muryanto dalah perkembangan teknologi yang semakin maju, para siswa lebih menyukai bermain android dari pada mereka mempelajari Al Qur’an Braile. Sementara pemerintah sendiri kurang memberikan perhatian khusus terhadap kegiatan yang dilakukan para penyandang tunanetra tersebut. [SY]