JAKARTA (Panjimas.com) – Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ustadz Ismail Yusanto menanggapi sikap keras GP Ansor dan Banser NU yang menegaskan akan menyisir dan menangkap para pendukung khilafah. (Baca: Ketua Umum GP Ansor Instruksikan Tangkap Pemasang Spanduk Khilafah)
Dirinya menganggap inilah kenyataan Umat Islam yang tak bisa dipungkiri. Akibat dari sekulerisme. Sehingga Umat Islam sendiri malah menolak bagian dari syariat Islam. (Baca: Banser Rembang Siap Perangi para Pendukung Khilafah)
“Ini adalah fakta umat yang begitu rupa akibat sekularisme yang sedemikian dahsyat. Begitu lamanya kita hidup di tengah kehidupan yang tidak Islami, sampai pada perkara yang sesungguhnya itu bagian dari Islam mereka tolak. Aqidah, syariah, khilafah itu kan bagian dari ajaran Islam,” kata Ustadz Ismail Yusanto kepada Panjimas.com, Selasa (19//4/2016).
Ia menegaskan, khilafah merupakan bagian dari syariat Islam, di mana para ulama pasti membas permasalahan tersebut. Apalagi di dalam kitab tafsir maupun kitab-kitab fiqih berbagai mazhab.
Dalil Wajibnya Menegakkan Khilafah
Ustadz Ismail Yusanto mengajak siapa pun yang menolak penegakkan khilafah untuk berdialog. (Baca: Komandan Banser Instruksikan Sisir Media Publikasi Khilafah dan Tangkap para Pendukungnya)
Para ulama dengan gamblang telah membahas permasalahan tersebut, dengan mengambil dalil di dalam Al-Qur’an sebagaimana firman Allah.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS al-Baqaroh [2]: 30).
Al-Imam Al-Qurthubi ketika menafsirkan ayat di atas, dalam kitab tafsirnya Al Jami’ li Ahkamil Qur’an menegaskan bahwa menegakkan khilafah itu wajib, bahkan ia mengecam orang yang menyelisihinya.
هذه الآية أصل في نصب إمام وخليفة يسمع له ويطاع ، لتجتمع به الكلمة ، وتنفذ به أحكام الخليفة. ولا خلاف في وجوب ذلك بين الأمة ولا بين الأئمة إلا ما روي عن الأصم حيث كان عن الشريعة أصم ، وكذلك كل من قال بقوله واتبعه على رأيه ومذهبه ، قال : إنها غير واجبة في الدين بل يسوغ ذلك ، وأن الأمة متى أقاموا حجهم وجهادهم ، وتناصفوا فيما بينهم ، وبذلوا الحق من أنفسهم ، وقسموا الغنائم والفيء والصدقات على أهلها ، وأقاموا الحدود على من وجبت عليه ، أجزأهم ذلك ، ولا يجب عليهم أن ينصبوا إماما يتولى ذلك.
“Ayat ini adalah pangkal dalam mengangkat imam dan khalifah yang didengar dan ditaati, untuk menyatukan kalimat (Islam) dan menerapkan hukum-hukum khalifah (syariat). Dan tidak ada khilaf (perbedaan) terkait kewajiban itu diantara umat dan tidak pula diantara para imam. Kecuali riwayat dari al-‘Asham dimana dia telah tuli dari syariat. Begitu pula setiap orang yang berkata seperti perkataannya dan mengikuti pendapat dan madzhabnya. ‘Asham berkata: “Sesungguhnya khalifah itu tidak wajib dalam agama, tetapi hanya boleh. Dan bahwa umat ketika telah menegakkan haji dan jihadnya, berbuat adil diantara mereka, menyerahkan haq dari diri mereka, membagikan harta ghanimah, fai dan shadaqoh kepada yang berhak, dan menegakkan sejumlah had terhadap orang yang harus dihad, maka hal itu telah mencukupi mereka, dan mereka tidak wajib mengangkat imam yang mengatur semua itu.”
Demikian pula mufassir lainnya, seperti Imam Al Hafidz Abul Fida’ Ismail ibn Katsir ketika menjelaskan firman Allah surah Al Baqarah ayat 30 beliau berkata:
وقد استدل القرطبي وغيره بهذه الآية على وجوب نصب الخليفة ليفصل بين الناس فيما يختلفون فيه، ويقطع تنازعهم، وينتصر لمظلومهم من ظالمهم، ويقيم الحدود، ويزجر عن تعاطي الفواحش، إلى غير ذلك من الأمور المهمة التي لا يمكن إقامتها إلا بالإمام، وما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب.
“…Dan sungguh Al Qurthubi dan yang lain berdalil berdasarkan ayat ini atas wajibnya mengangkat khalifah untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara manusia, memutuskan pertentangan mereka, menolong pihak yang didzalimi dari yang mendzalimi, menegakkan had-had, dan mengenyahkan kerusakan, serta urusan-urusan penting lain yang tidak mungkin ditegakkan tersebut kecuali dengan adanya seorang imam, dan ما لايتم الواجب الا به فهو واجب ( apabila suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengan suatu maka sesuatu tersebut menjadi wajib pula)”.
Syeikh Al-Islam Al Imam Al Hafidz Abu Zakaria An Nawawi berkata:
الفصل الثاني في وجوب الإمامة وبيان طرقها لا بد للأمة من إمام يقيم الدين وينصر السنة وينتصف للمظلومين ويستوفي الحقوق ويضعها مواضعها. قلت تولي الإمامة فرض كفاية
“…Pasal kedua tentang wajibnya imamah serta penjelasan mengenai metode (jalan untuk mewujudkannya). Adalah suatu keharusan bagi umat adanya seorang imam yang bertugas menegakkan agama, menolong sunnah, membela orang yang didzalimi, menunaikan hak, dan menempatkan hak pada tempatnya. Saya nyatakan bahwa mengurusi urusan imamah itu adalah fardhu kifayah”. [Imam Al Hafidz Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Marwa An Nawawi, Raudhatuth Thalibin wa Umdatul Muftin, juz III hal 433].
Maka sangat aneh, bila ada umat Islam yang begitu alergi terhadap penegakkan khilafah di Indonesia.
Jika penegakkan khilafah dianggap sebagai ancaman dan harus dihentikan, pertanyaannya, beranikah para penentang khilafah menghapus ayat Al-Qur’an dan membuang pembahasan para ulama di dalam kitab-kitab mereka? [AW]