KAIRO, (Panjimas.com) – Lebih dari 1.000 demonstran turun ke jalanan di Kairo, Mesir untuk menyerukan jatuhnya rezim. Ini merupakan aksi demo terbesar yang menantang pemerintah Mesir dalam dua tahun terakhir.
Dalam unjuk rasa yang digelar Jumat (15/4/2016) waktu setempat, para demonstran awalnya memprotes keputusan Presiden Abdel Fattah al-Sisi menyerahkan dua pulau ke Arab Saudi, saat kunjungan Raja Salman ke Mesir pekan lalu. Namun kemudian para demonstran meneriakkan slogan-slogan mengecam gaya kepemimpinan Sisi.
“Rakyat menuntut tumbangnya rezim,” teriak para demonstran dalam aksi di pusat kota Kairo, seperti dilansir media Press TV, Sabtu (16/4/2016).
Pada Jumat malam waktu setempat, saat sebagian besar demonstran telah meninggalkan lokasi demo, polisi melepaskan gas air mata untuk membubarkan massa yang masih bertahan. Para polisi berpakaian sipil bahkan mengejar sejumlah orang untuk ditangkap.
Beberapa jam sebelumnya, polisi juga membubarkan aksi demo lainnya di tempat berbeda di Kairo. Kepolisian mengamankan 12 orang dalam unjuk rasa tersebut.
“Kehadiran sejumlah besar demonstran ini bukan hanya karena pulau-pulau itu,” cetus Khaled Dawud, aktivis liberal terkemuka dan seorang penulis.
“Ada akumulasi masalah, dan hancurnya harapan-harapan dari yang kami protes pada 25 Januari,” tutur Dawud mengenai tanggal dimulainya revolusi anti-Hosni Mubarak.
Aksi demo ini jauh lebih kecil daripada yang terjadi di jalan-jalan Kairo pada tahun 2011, dan kemudian pada tahun 2013 ketika jutaan orang berdemo menuntut presiden terpilih Mohamed Morsi mundur. Usai aksi demo besar-besaran itu, militer Mesir di bawah kepemimpinan Sisi menggulingkan Morsi. [RN/detik].