SOLO, (Panjimas.com) – Sekretaris Islamic Study and Action Centre (ISAC) Endro Sudarsono mencatat ada kemiripan modus penyiksaan yang diterima Siyono dengan korban-korban sebelumnya. Dalam data yang dimilikinya, seorang warga Solo, Nur Prakoso mengaku disiksa oleh Densus 88 pasca penangkapannya pada 29 Desember 2015 lalu.
Dalam rilis yang diterima Panjimas pada Selasa (12/04/2016), Endro menceritakan bagaimana Nur Prakoso alias Hamzah ditabrak saat mengemudikan motor hingga terjatuh. Kemudian diangkut ke suatu tempat dan kakinya ditindih balok, lalu balok itu diinjak-injak.
“Tidak hanya itu, bagian dada hingga perut diberi papan, lalu papan tersebut diinjak-injak. Setelah itu kepalanya ditutup dan dimasukkan ke WC, serta kemaluannya juga dipukuli hingga lecet,” jelasnya.
Akibat perlakukan kasar densus, Nur Prakoso sulit berjalan dan tangannya sulit digerakkan, ulu hati sakit dan semua isi perut keluar lewat mulut, hingga air seni keluar melalui kemaluan dan anus.
Sementara itu, hasil autopsi dokter forensik Muhamadiyah yang diumumkan di Kantor Komnas HAM pada 11 April terhadap jenazah Siyono mencatat, ada memar di kepala, lima tulang rusuk sebelah kiri patah ke dalam dan satu buah tulang tulang rusuk sebelah kanan patah keluar hingga menembus kulit, serta rongga dada patah hingga mengenai jantung.
Jika dikomparasikan, diduga kuat apa yang dialami Nur Prakoso juga dialami almarhum Siyono.
Untuk itu ISAC meminta kepada Komnas HAM dan Muhammadiyah untuk melakukan advokasi lanjutan terhadap Nur Prakoso dan Andika yang masih dibawah umur.
Selain itu, Endro khawatir jika modus penyiksaan seperti ini digunakan menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh Densus dalam menindak terduga teroris.
“ISAC khawatir perlakuan Densus terhadap Nur Prakoso ini menjadi SOP atau modus penyiksaan selama 7×24 jam,” tandasnya. [TM]