JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol Anton Charliyan yang justru sebagai teror. Hal ini dikatakan Dahnil guna menyikapi tuduhan Anton yang menyebut kelompok yang membela Suyono adalah pro teroris.
“Pernyataan Kadiv Humas itu penuh dengan teror untuk membungkam usaha masyarakat sipil untuk menemukan fakta,” ujar Dahnil, Rabu, 6 April 2016.
Dahnil menilai, munculnya pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri itu tidak lebih sebagai akrobat opini semata. Yakni dengan menuduh pihak-pihak tanpa dasar dan fakta yang jelas. “Panik ketika ada fakta yang mampu dibuka oleh kelompok masyarakat tentang apa yang sesungguhnya terjadi,” katanya menambahkan.
Menurut dia, tudingan ini juga sebagai kedangkalan bernalar Anton. Menurutnya, ada upaya yang dilakukan untuk mengarahkan opini publik dengan medelegitimasi para pihak yang berusaha mengungkap fakta sesungguhnya.
“Padahal sikap Kapolri Jenderal Badrodin Haiti justru sangat arif membuka dan mempersilahkan mengungkap fakta yang sesungguhnya melalui otopsi tetapi Kadiv Humas justru menggunakan jurus mabuk dan jurus panik dengan menuduh semua pihak yang membela Siyono teroris,” ujar President Religion for Peace Asia and Pacific Youth Interfaith Network (RfP-APYIN) ini.
Dia memaparkan, ada jutaan umat beragama yang ikut mendukung usaha mencari keadilan bagi Suratmi, istri almarhum Siyono, yang dituduh teroris. Menurutnya, perilaku dan pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri seperti inilah yang membuat publik tidak simpati dengan Kepolisian.
“Saya Kira Kapolri harus mengoreksi Kadiv Humas tersebut, Karena telah menebar teror kepada mereka-mereka yang berusaha mencari keadilan dengan membuka fakta dengan maksud memperbaiki institusi Kepolisian itu sendiri,” jelasnya.
Anton Charliyan sebelumnya curiga dengan penolakan keluarga terduga teroris Siyono atas pemberian uang oleh Kepolisian. Mabes Polri bahkan menyesalkan pengembalian itu justru dilakukan tidak dari awal. Bahkan, Polri curiga penolakan itu justru terjadi ketika ada sekelompok orang yang membela Siyono muncul.
“Kalau ditolak (uang dua gepok) kok enggak dari awal? Sekarang dikembalikan. Eh, pas ada golongan tertentu pro teroris dikembalikan,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Anton Charliyan, di Jakarta, Selasa, 5 April 2016.
Menurut Anton, pemberian uang itu tak lebih sebagai bentuk kemanusiaan dan belasungkawa dari polisi atas tewasnya Siyono usai dicokok tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. “Yang meninggal dunia kami berikan santunan sekalipun itu teroris, walau meninggal dalam baku tembak kami berikan (uang santunan) juga,” katanya. [AW/viva]