SINGKIL, (Panjimas.com) – Bupati Aceh Singkil H. Safriadi, SH mengadakan pertemuan dengan tokoh agama Islam dan Kristen di Aula Mapolres Aceh Singkil, Senin (4/4/2016). Pertemuan tersebut membahas upaya perdamaian antara kedua belah pihak sebagai tindak lanjut dari penyelesaian konflik yang pecah 13 Oktober 2015 lalu. Rencananya, proses perdamaian akan dilakukan tanggal 13 April 2016 di lapangan Meriam Sipoli Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil dihadiri Menkopohukam, Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri.
Dalam pertemuan tersebut hadir Bupati Aceh Singkil, Ketua DPRK Aceh Singkil, Kapolres Aceh Singkil, Dandim 0109 Aceh Singkil, Sekda Aceh Singkil, Perwakilan dari Kajari Aceh Singkil, Ketua FKUB Aceh Singkil, Kakankemenag Aceh Singkil, Ketua MPU Aceh Singkil, Ketua Pengadilan Negeri Aceh Singkil dan Ketua Mahkamah Syari’ah Aceh Singkil. Hadir pula beberapa kepala dinas, para asisten, para camat Kecamatan lokasi pembangunan gereja, para kepala desa dan beberapa undangan lainnya.
Pertemuan tersebut dibuat dalam dua sesi. Pertama untuk ummat Islam selanjutnya untuk ummat Kristen. Pada sesi pertama, beberapa tokoh Islam menyampaikan pandangannya. Ketua FUI Aceh Singkil Tgk. Hambalisyah Sinaga mengharapkan, perdamaian yang dihasilkan bukanlah perdamaian semu, sehingga pada saat kedatangan para menteri dari Jakarta, tidak ada lagi tatapan tak bersahabat, apalagi dendam dan benci dalam hati.
Karena itu Tgk. Hambali mengharapkan pemerintah harus fokus pada proses perdamaian. “Sebelum izin dikeluarkan, kami meminta agar pemerintah melakukan rekonsiliasi sesuai dengan UU nomor 7 Tahun 2012”. Menurut Tgk. Hambali, kedamaian ini perlu mengingat pendirian rumah ibadah juga bertujuan untuk ketenangan ibadah, bukan untuk provokasi apalagi menganggu ketentraman.
Tgk. Yakarim Munir dari MUA (Majlis Ulama Aceh) Aceh Singkil menambahkan, pemerintah harus memperhatikan korban dari pihak muslim, seperti korban meninggal dan luka tembak, bahkan korban yang dipukuli oleh oknum TNI. “Tidak ada salahnya kalau bapak Dandim memberikan santunan alakadarnya kepada korban yang diduga dipukul oknum TNI”. Sebut Tgk. Yakarim.
Masukan lain disampaikan oleh Ketua NU (Nahdlatul Ulama) Aceh Singkil, Tgk. H. Rosman Hasmi. Ia mengatakan, pemerintah seyogyanya selalu beriringan dengan ulama dan mendengarkan nasehat ulama. Namun ulama yang dimaksud adalah ulama yang benar-benar mampu mengungkapkan kebanaran sekalipun pahit. Bukan ulama yang menyenangkan hati bupati saja. “teman yang baik adalah teman yang berani mengatakan kesalahan kita, bukan yang asik memuji. Bisa terlena dengan pujian” tambahnya.
Menanggapi masukan yang disampaikan masyarakat, Bupati Aceh Singkil mengatakan proses rekonsiliasi telah berjalan. Bupati mengatakan, telah dua kali mengunjungi korban dari pihak muslim. “kita sudah mengunjungi korban (dari pihak muslim). Sudah dua kali, ini fotonya”. Kata Bupati sambil menujukkan foto dokumentasi.
Tokoh Kristen Boas Tumangger ‘Walk Out’
Setelah sesi pertama selesai, pertemuan dilanjutkan dengan ummat Kristen. Sesi kedua tidak berlangsung lama sebab salah seorang tokoh Kristen Protestan, Boas Tumangger melakukan ‘walk out’ (meninggalkan ruangan) bersama para pendukungnya.
Boas merasa kecewa dengan usulan pemerintah agar jemaat GMII Mandumpang dan JKI Kuta Kerangan beribadah di GKPPD Kuta Kerangan. Usulan ini dimaksudkan agar jumlah jemaat menjadi terpenuhi sesuai dengan Pergub Nomor 25 Tahun 2007. Lagi pula, ketiga gereja tersebut masih satu aliran yaitu Protestan.
Beberapa peserta rapat meyayangkan tindakan Boas tersebut, karena dapat merusak upaya perdamaian yang hendak dilakukan dengan cara musyawarah. Sepeninggal Boas, musyawarah tetap dilanjutkan dengan agenda mendengarkan masukan dari Ummat Katolik. Laher Manik, perwakilan dari Ummat Katolik asal Kecamatan Gunung Meriah mengatakan, pada prinsipnya ummat Katolik akan taat pada aturan pemerintah. “Kita ikut pemerintah saja”. Katanya.
Pertemuan tersebut berakhir menjelang magrib. Pemerintah berjanji akan melakukan pertemuan lanjutan untuk membicarakan hal-hal lainnya, agar tidak lagi menjadi permasalah di kemudian hari. [RN]