JAKARTA, (Panjimas.com) – Kengototan Brigjen Pol Agus Rianto yang mengatakan bahwa Polri telah melaksanakan autopsi dan hasilnya menunjukkan Siyono meninggal karena luka akibat benturan di Kepala. Kemudian bahwa luka itu timbul karena Siyono melakukan perlawanan terhadap anggota Densus 88 saat didalam mobil mendapat tanggapan keras dari Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.
Tak hanya itu Brigjen Pol Agus Riyanto juga menyebut selama ini Polri sudah melaksanakan penanganan Siyono sesuai Prosesur hukum, tidak Ada yang ditutup-tutupi. Polri sudah menjelaskan semua. jadi, Masyarakat jangan sampai membuat-buat Opini.
“Menurut 9 Dokter Tim Forensik Muhammadiyah dan 1 Dokter Forensik yang diutus Polda Jawa Tengah. Kondisi Jenazah menunjukkan bahwa Jenazah Siyono belum pernah dilakukan otopsi sama sekali. Jadi, fakta ilmiah outopsi menunjukkan tidak ada tanda-tanda Jenazah pernah dilakukan otopsi” ujar Dahnil Anzar Simanjuntak melalui release yang dikirimkan ke media Senin, (4/4/2016).
Kami tidak paham otopsi macam apa yang dilakukan Polisi versi Brigjen Agus Rianto, yang menyatakan bahwa kematian Siyono disebabkan karena benturan dikepala. Padahal, 9 Tim Forensik Muhammadiyah ditambah 1 orang Dokter dari Polri, menemukan patah tulang dibeberapa bagian tubuh Seperti dada dan bagian lain yang diakibatkan benda tumpul.
“Tetapi karena tingginya Etika dan profesionalitas ketika ditanya wartawan apakah itu penyebab kematian Siyono, Dokter Gatot menyatakan belum kami simpulkan menunggu uji Mikroskopis atau uji Lab, dan akan disampaikan nanti setelah uji lab.” ungkapnya.
Kedua. Berkaitan bahwa luka diperoleh karena Siyono melakukan perlawanan, Dokter Forensik Muhammadiyah telah menemukan faktanya, dan akan menyampaikan secara lengkap setelah uji Laboratorium.
Ketiga. Justru dari keterangan diatas kelihatan Brigjen Agus atas nama kepolisian yang beropini tidak didasari pemahaman hukum yang baik, merujuk kepada keterangan Siane Indriani, Anggota Komnas HAM ketika kami berdebat dengan Kapolres dilokasi TKP.
Komnas HAM yang meminta Muhammadiyah untuk membantu mengungkap fakta ini punya hak penyelidikan yakni merujuk UU 39/99 pasal 89 ayat 3 (Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan butir (b) penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia).
Artinya sampai pada proses pencairan fakta melalui otopsi, nah apa yang dilakukan Muhammadiyah melalui outopsi atas permintaan Komnas HAM bukan opini tetapi berusaha menemukan fakta melalui Usaha ilmiah. Justru Polri yang berusaha membangun opini tanpa dasar pijakan ilmiah. Seperti menyebut kematian Siyono akibat benturan dikepala. Padahal fakta ilmiah menunjukkan tidak pernah ada otopsi sebelumnya, seperti yang disampaikan Dokter Gatot yang tidak dibantah oleh Dokter forensik dari Polri sendiri.
Dahnil juga berpesan, mari kita bantu Polisi menjadi lebih profesional dan menghargai hukum dan melindungi hak hidup warga negaranya siapa pun mereka.
“Ini saatnya kita bantu Polisi berubah menjadi lebih baik melalui membantu Bu Suratmi istri Almarhum Siyono mencari keadilan.” [RN]