GAZA, PALESTINA (Panjimas.com) – Abdillah Onim, Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi relawan sekaligus wartawan di Gaza, Palestina, angkat bicara terkait kehadiran wartawan media mainstream Indonesia ke negara penjajah Zionis Israel.
Onim berada di Gaza, Palestina, sejak tujuh tahun silam. Ia pun menikah dengan Muslimah Gaza dan dikaruniai dua orang anak.
“Jiwaku terpaut dengan kaum yang tertindas, terikat oleh batin Persaudaraan,” ujarnya kepada Panjimas.com, Kamis (31/3/2016).
Onim terjun ke dunia jurnalistik sebenarnya baru-baru ini saja, yaitu sejak tahun 2010. Pasalnya, Onim tak pernah mengenyam pendidikan jurnalistik atau penyiaran (broadcasting). Ia hanya lulusan sarjana ekonomi Syariah dari Universitas Buya Hamka (UHAMKA), Jakarta.
“Saat itu nggak paham nulis berita, naskah, artikel, megang kamera, apalagi bicara di depan kamera sebagai reporter, nggak pernah. Yang ada dengkul gemetaran karena grogi,” ujarnya.
Kondisi Gaza, Palestina itulah yang memotivasi, mendorong dan menyulap Abdillah Onim menjadi jurnalis yang tangguh.
Dengan izin Allah Ta’ala, Onim semakin mengerti dunia jurnalistik, dari mulai menulis berita, menjadi reporter, hingga membuat film dokumenter.
Tak hanya itu, Abdillah Onim kini mendirikan kantor berita Suara Palestina dengan mempekerjakan pemuda-pemudi Palestina. Ia juga terjun ke dunia LSM bertaraf internasional di Palestina dan Indonesia dengan berbagai program kemanusiaan dan diterima baik oleh masyarakat Palestina semua elemen.
Terkait kunjungan lima jurnalis asal Indonesia yang menemui sang jagal Zionis, Perdana Menter Israel, Benjamin Netanyahu, Onim menyampaikan komentarnya.
Ia mengaku jika diberi dua pilihan:
A. Imbalan jabatan,pembaca berita di TV, uang triliunan dengan satu syarat; berpose ria, senyum sumringah dengan pembunuh, penindas, penjajah, pembunuh anak-anak Palestina.
B. Relawan dan tidak ada iming-iming dengan 10 syarat; berdiri bersama kaum tertindas dengan duka, derita dan luka serta suarakan aspirasi mereka.
“Pilihan saya jatuh di B. Karena saya sangat yakin dengan bersama kaum tertindas maka Allah SWT akan angkat martabat, harga diri, tidak hanya di dunia, akan tetapi juga di akhirat kelak insya Allah. Saya manfaatkan karunia Allah SWT berupa akal, hati nurani dan panca indera kedua mata,” jelasnya.
Menurut Onim, mereka yang memilih jawaban sebaliknya, yakni tega berfoto ria dengan tokoh nomor satu pembantai Muslim Palestina, demi materi yang didapat, adalah orang yang tak memiliki hati nurani.
“Otomatis tak bermartabat, tidak punya harga diri, dilecehkan, dikecam, gila Jabatan, tidak manfaatkan akal sehat, miskin hati nurani,” tegasnya.
Onim juga memberi nasiat kepada para wartawan, menurutnya profesi wartawan adalah status yang mulia, terpuji dan sangat dihargai karena selalu berada bersama mereka yang tertindas.
“Ya tugas kita membuka tabir, menguak, mengabarkan sebuah kejadian sesuai realitas, tidak boleh ditambah atau dikurangi, tentu mengutamakan etika dan adab. Tugas utama kita menyebarkan kabar yang benar agar diketahui oleh masyarakat umum,” ungkapnya.
Dan sebaliknya, akan tercoreng, dihina, dikucilkan, dikecam, dicaci maki dan rangkaian penghinaan lainnya, jika salah memposisikan atau gagal memahami arti seorang wartawan.
“Jika wartawan berpihak dan menutupi kebenaran maka akan muncul kisruh dan cemooh yang di dapat,” tandasnya. [AW]