JAKARTA, (Panjimas.com) – Petisi online yang berisi desakan agar Ketua Komite Nobel mencabut penghargaan Nobel Perdamaian tokoh politik Myanmar, Aung San Suu Kyi terus saja menuai dukungan. Bahkan sejauh ini dari pantauan Panjimas hingga Jumat Pagi (01/04/2016), 46.378 orang telah menyatakan mendukung pencabutan nobel perdamaian Suu Kyii tersebut melalui petisi online dalam situs Change.org.
Petisi ini mulai diunggah ke publik pada tanggal 28 Maret 2016 dan terus menuai dukungan, kini hampir 50 ribu orang telah menandatangani petisi ‘cabut nobel perdamaian Aung San Suu Kyi” yang diprakarsai oleh seorang Aktivis ICW (Indonesian Corruption Watch), Emerson Yuntho.
Pemimpin Partai NLD (Liga Nasional untuk Demokrasi) Aung San Suu Kyi dinilai tidak lagi layak menerima penghargaan Nobel Perdamaian setelah pernyataannya yang bernada rasis diungkap jurnalis, Peter Popham, dalam buku terbarunya yang berjudul “The Lady and the Generals: Aung San Suu Kyi and Burma’s Struggle for Freedom”. Dalam bukunya, Peter Popham mengungkapkan kekesalan Suu Kyi setelah diwawancarai presenter acara BBC Today, Mishal Husain, pada bulan Oktober tahun 2013 lalu.
Seperti diketahui, Kekesalan Aung San Suu Kyi ini disebabkan pertanyaan yang diajukan presenter BBC Today tersebut mengenai penderitaan yang dialami oleh umat muslim [Rohingya] di Myanmar.
Sebagai Tokoh politik Myanmar, Aung San Suu Kyi juga diminta mengecam mereka yang bersikap anti-muslim dan melakukan berbagai tindak kekerasan terhadap mereka sehingga Muslim Rohingya terpaksa meninggalkan Myanmar, akan tetapi dia malah menolaknya.
Setelah wawancara tersebut, Suu Kyi tak bisa menyembunyikan kekesalannya. “No one told me that I was to be interviewed by a muslim.” “Tak ada yang memberi tahu bahwa saya akan diwawancarai oleh seorang muslim,” kata Suu Kyi.
“Banyak orang yang terkejut bahwa kata-kata itu keluar dari mulut Suu Kyi, seorang pejuang demokrasi dari Myanmar dan peraih Nobel Perdamaian tahun 2012. Pernyataan Suu Kyi yang bernada rasis barangkali hanya satu kalimat namun maknanya sangat mendalam bagi setiap orang yang mencintai perdamaian”, tulis Emerson Yuntho
Emerson Yuntho pemrakarsa Petisi tersebut menyatakan dalam penjelasan di situs change.org, bahwa pernyataan Suu Kyi yang mempermasalahkan seorang jurnalis Muslim membuat banyak orang kecewa dan marah. Kejadian ini juga membuka kembali pertanyaan dunia internasional tentang sikap Aung San Suu Kyi terhadap minoritas Muslim di Myanmar.
Aung San Suu Kyi dinilai tidak mengeluarkan pernyataan apapun terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dialami oleh etnis minoritas muslim Rohingya. “Selama tiga tahun terakhir lebih dari 140 ribu etnis muslim Rohingya hidup sengsara dikamp pengungsi di Myanmar dan di berbagai negara,” tegas mereka para pendukung petisi.
“Apa yang salah dari seorang Muslim, Suu Kyi? Bukankah Demokrasi dan Hak Asasi Manusia mengajarkan untuk menghormati setiap perbedaan keyakinan dan menjunjung tinggi persaudaraan,” “Apapun agamanya, harusnya Suu Kyi dan kita semua harus tetap saling menghormati setiap orang dan tidak bertindak diskriminatif sebagai sesama manusia.” tulis pemrakarsa petisi, Emerson Yuntho
“Sebagai pejuang demokrasi maka pernyataan bersifat rasis sungguh tidak pantas diucapkan karena merusak nilai-nilai demokrasi yang menghargai perbedaan keyakinan dan perbedaan.” Sebagai peraih perdamaian pernyataan rasis justru membuat perdamaian menjadi semu, memunculkan sikap saling curiga bahkan konflik.”, tegasnya
Nobel Perdamaian adalah penghargaan tertinggi yang diberikan khusus “untuk orang-orang yang memberikan upaya terbesar atau terbaik bagi persaudaraan antar bangsa…” Nilai-nilai perdamaian dan persaudaraan ini harus tetap dijaga para penerima Nobel Perdamaian – termasuk Suu Kyi- hingga akhir hayatnya. Jika penerima Nobel tidak bisa menjaga “perdamaian” maka demi perdamaian dan persaudaraan sudah selayaknya perhargaan yang diterimanya harus dikembalikan atau dicabut oleh Komite Nobel, paparnya
“Kami meminta Ketua Komite Nobel untuk mencabut Nobel Perdamaian yang diberikan untuk Suu Kyi. Hanya mereka yang sungguh-sungguh menjaga kedamaian yang layak menerima hadiah Nobel Perdamaian.”, demikian pernyataan petisi online yang juga didukung banyak pejuang demokrasi dan HAM itu. [IZ]