TEL AVIV, (Panjimas.com) – Seorang koresponden media terkemuka Israel, Haaretz, Gideon Levy, menyebut Israel sebagai negara paling rasis di dunia, menanggapi maraknya dukungan warga Israel terhadap pembunuhan keji warga Palestina di Hebron yang sedang sekarat dan terluka parah oleh tentara Isarel bernama Roman Zadorov.
Negara Haus darah dan rasis, menurut Levy ini tampak kentara dari maraknya dukungan terhadap Roman Zadorov oleh para warga Israel, hanya karena ia membunuh warga Palestina, kemudian mereka menyebutnya sebagai ‘folk hero’, Pahlawan Rakyat, mengutip Haaretz.
Dalam artikelnya yang berjudul “Never Have So Many Cheered Such A Vile Murderer” ia menulis bahwa mayoritas warga Israel mendukung tindakan tentara Israel ini dan menyebutnya sebagai pahlawan hanya karena satu alasan, “dia membunuh warga Palestina”.
Menurut jurnalis pemenang Euro-Med Journalist Prize 2008 ini, fenomena ini adalah pertama kalinya dimana suatu pembunuhan tak manusiawi dianggap sebagai sebuah aksi kepahlawanan bagi rakyat di sebuah negara, yakni Israel.
Rasisme Israel telah mencapai babak baru, jelas Levy. Tindakan rasis ini didasari arrogansi (kesombongan) seorang Yahudi sebagai “orang-orang terpilih”, ‘chosen people’. Sehingga semua hal diperbolehkan bagi sosok ras terpilih, yang menurut mereka lebih tahu dan pandai memanipulasi persepsi diri mereka sebagai korban tak berujung, dan penganiayaan, menjelek-jelekkan ras Arab, yang mereka anggap selalu ingin menghancurkan mereka, seakan-akan nyawa manusia selain ras mereka tak berharga”.
Tindakan pengecut ini, papar Levy, dianggap sebagai prestasi oleh warga Israel yang sangat membenci umat Muslim dan memandang rendah kehidupan mereka.
“Rasisme Israel ini tampak pada hasutan, bantahan atas represi, dan kebohongan mereka mengenai ketangguhan militer Israel,” jelasnya.
Sifat haus darah warga Israel sekarang, boleh ditampakkan secara terbuka dan tak akan ditutup-tutupi atau menemui hambatan sama sekali.
“Dengan fondasi tersebut, sedang dibangun sebuah masyarakat rasis, sangat mungkin ini adalah negara paling rasis di dunia saat ini”, jelas Levy.
“Kombinasi rasisme dan sifat haus darah ini tidak hanya menjijikkan, tapi juga tak stabil dan berbahaya. Ada rasisme yang menjangkiti banyak masyarakat, yang umumnya tersembunyi dan terpinggirkan.
Akan tetai di Israel, ini adalah sebuah standar, mungkin merupakan kebenaran politik tertinggi, dan menentang hal itu adalah sebuah pengkhianatan,” kata Gideon Levy.
Selain itu, menurutnya, sangat diragukan ada masyarakat Barat lain yang memiliki rasisme disertai dengan sifat haus darah tersebut.
Kulit putih membenci orang kulit hitam di Amerika Serikat dan Afrika Selatan, Eropa membenci para pengungsi, orang Kristen membenci Muslim, tapi tidak dengan sifat haus darah dan menyetujui pembunuhan kejam tersebut. Teriakan “Death to teh Arabs”, “Kematian bagi orang Arab” telah dipraktikkan dalam kehidupan warga Israel pada signifikansi praktis yang sangat mengejutkan.
Ini adalah arus dalam yang sulit untuk berhenti. Rasisme dan sifat haus darah mereka telah menetap jauh di hati orang-orang Israel, ini merupakan hasil dari dekade-dekade hasutan dan pencucian otak, jelasnya. [IZ]