JAKARTA, (Panjimas.com) – Ketua Umum Jurnalis Islam Bersatu (JITU) Agus Abdullah secara tegas mempertanyakan signifikansi dan relevansi kunjungan lima jurnalis Indonesia ke Israel.
Pada Senin, 28 Maret 2016, PM Israel Benyamin Netanyahu menerima kunjungan delegasi wartawan Indonesia. Mereka adalah Heri Trianto (Bisnis Indonesia), Abdul Rokhim (Jawa Pos), Y. Tomi Aryanto (Tempo), James Luhulima (Kompas), dan Margareta (MetroTV).
“Kunjungan kelima jurnalis Indonesia ke Israel ini kemudian menjadi perbincangan masyarakat. Kelima jurnalis yang menemui PM Israel tidak sensitif terhadap sikap masyarakat dan pemerintah Indonesia,” ujar Agus saat ditemui di Sekretariat JITU di bilangan Jakarta Selatan kepada Panjimas pada Kamis, (31/03/2016).
Agus menuturkan, agar bisa melihat secara utuh apa maksud dari undangan dari Israel kepada lima media di Indonesia, maka kita harus meninjau kronologi hubungan Israel-Indonesia akhir-akhir ini.
Menurutnya, kunjungan kelima jurnalis ini merupakan respon ‘serangan balik’ Israel kepada Indonesia. Pertama, adanya pertemuan KTT Luar Biasa OKI pada tanggal 6-7 Maret 2016. Pertemuan itu menghasil sejumlah keputusan terkait kemerdekaan Palestina dari penjajah Israel, meskipun dengan two-state solution (solusi dua negara).
Kedua, Presiden Jokowi merespon KTT Luar Biasa OKI dengan mengeluarkan statemen boikot terhadap produk-produk Israel yang diproduksi di wilayah pendudukan Israel.
Ketiga, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada tanggal 16 Maret 2016 tidak mendapat izin terbang melintasi wilayah udara Israel untuk meresmikan kantor Konsul Kehormatan Indonesia untuk Palestina di Ramallah.
Awalnya, Menteri Retno direncanakan pergi ke Ramallah dari Amman, Yordania dengan menggunakan helikopter. Namun, izin fly over tidak diberikan Israel, sehingga peresmian Konsul Kehormatan akhirnya dilakukan di Amman.
“Maka dari itu, kunjungan lima jurnalis Indonesia ke Israel sangat bertentangan dengan sikap politik dan konstitusi Indonesia yang sejak awal menentang penjajahan,” ujar mahasiswa Pascasarjana Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia ini.
Selain adanya pelanggaran dari sisi politik, JITU juga menyoroti adanya dugaan pelanggaran etika profesi yang dilakukan kelima jurnalis tersebut.
“JITU menyoroti adanya kesamaan isu yang diangkat dan kutipan dalam pemberitaan kunjungan mereka ke Israel,” ujarnya.
Kesamaan isu yang diangkat oleh kelima media itu terkait perbaikan hubungan Indonesia-Israel. Isi berita dan kutipannya pun persis dengan apa yang dimuat oleh media-media Israel seperti Jerusalem Post dan Times of Israel.
Agus melanjutkan, pemberitaan para jurnalis yang berkunjung ke Israel terlihat tak berimbang, malah terkesan menjadi jubir Israel. Sehingga, dengan hal ini patut dipertanyakan harga diri kelima jurnalis Indonesia tersebut.
JITU juga menilai para jurnalis yang mengklaim melakukan liputan jurnalistik justru tidak kritis terkait isu Palestina. Hal ini dianggap sangat menyakitkan bagi masyarakat Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia, sekaligus tuan rumah KTT OKI Luar Biasa yang digelar belum lama ini.[TM]