SUKOHARJO, (Panjimas.com) – Dalam kunjungan redaktur Panjimas.com ke kantor Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Jawa Tengah di Gonilan Kartasura Sukoharjo, Selasa (22/3/2016), Wakil Ketua DDII Ustadz Aris Munandar Al Fattah sempat menyampaikan pesan bahwa bekerja di media massa, di dalam Islam ada dalilnya.
“Jadi kerja di media itu ada dalilnya,” ucap Ustadz Aris.
Dirinya menyampaikan secara mendasar dalil-dalil dalam Al-Qur’an tentang fungsi, peran, maupun aturan main media Islam dalam kehidupan.
Pertama, di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 186, Allah SWT memeringatkan bahwa orang kafir memperdengarkan kabar-kabar yang merugikan Islam dan kaum muslimin secara terus menerus. Maka hendaknya kita menghadapi hal tersebut dengan sabar, dan diikuti dengan kecerdasan, kematangan, dan kehati-hatian. Tiga hal ini yang tercakup dalam istilah “bil hikmah”.
Wujud kehati-hatian itu, lanjut dia, salah satunya dengan tidak asal memberitakan. Misalnya ada hal-hal tertentu yang akan lebih maslahat bila disimpan, bukan dikabarkan. Jadi artinya ada peristiwa yang baik bila segera diberitakan, ditunda, atau dikamuflasekan.
Ayat berikutnya adalah Al-Qashshas 20. Di sana memuat tentang zaman konspirasi. Dijelaskannya bahwa konspirasi (muamarat, Arab) merupakan satu dari tiga cara Barat merusak kaum muslimin, di samping upaya menjadikan muslim berkiblat ke Barat dan menguatkan peran syaithaniyah dalam kehidupan.
Lanjutnya lagi, memang sudah jelas bahwa tujuan musuh-musuh Islam adalah memadamkan cahaya Allah, sebagaimana termuat dalam surat At-Taubah 32. Ibnu katsir menjelaskan ayat ini bahwa mereka terus berinovasi dan berimprovisasi dalam menjalankan langkahnya. Maka muslim pun harus terus berinovasi dalam melakukan perlawanan.
Kemudian pada surat Al-Baqarah 217 disebut bahwa propaganda fitnah mereka dilakukan secara berkelanjutan, maka kita pun tak boleh berhenti melawan. Peran media Islam memang sebagai konter atas gerakan mereka. Sebagaimana dalam surat Ali Imran ayat 118.
Dan yang mesti diperhatikan adalah, gaya perlawanan kita tak selalu harus adu front, pemberitaan jangan melulu bersifat konfrontatif, namun dengan kelembutan dan kesantunan. Dalam menulis hendaknya menggunakan gaya seolah kita mengajak berdialog. Menggunakan kalimat-kalimat yang memancing lawan memberi jawaban, bukan kalimat-kalimat vonis. Sebut Aris, “Dalam Al-Qur’an, Allah banyak sekali memakai kata tanya. Misal saja dalam surat Ar-Rahman.” Dia menjelaskan bahwa di sana Allah tidak menggunakan bahasa vonis, melainkan pertanyaan untuk menyadarkan. [IB]