YOGYAKARTA, (Panjimas.com) – Diskusi Serial Kewanganegaraan #2 yang diselenggarakan oleh Lingkar Kajian Demokrasi dan HAM PKn Universitas Negeri Yogyakarta bertema “Mimpi Negara Islam, dari NII sampai Gafatar”.
Diskusi bertempat di ruang Laboratorium PKnFakultas Ilmu Sosial UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) pada Jum’at (18/3/2016) pagi. Kegiatan ini diikuti 30-an peserta yang hampir semua mahasiswa dan dosen UNY, serta beberapa alumni dan peserta dari luar kampus.
Acara tersebut menghadirkan dua narasumber, yakni guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, SH dan dosen Pendidikan Agama Islam UNY Dr. Marzuki, M.Ag.
Dalam penyampaiannya, Abdul Munir mengatakan bahwa NII merupakan ijtihad yang bisa ditinggalkan.
“Gagasan N11 itu ijtihad yang bisa ditinggalkan,” ucap dia.
Dia juga menyampaikan bahwa gagasan Negara Islam secara umum, seperti konsep Khilafah yang diusung HTI, tak bisa hilang kecuali dengan menafsir ulang Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits.
“Tanpa peluang menafsir ulang, gagasan Negara Islam tak akan pernah hilang,” ujar tokoh yang dikenal liberal ini.
Alumni S3 Filsafat UGM ini berpendapat bahwa yang baku dan sempurna hanya Al-Qur’an, sedang tafsirnya relatif.
Sedang narasumber kedua, Dr. Marzuki, dirinya menyampaikan bahwa Gerakan fajar Nusantara (Gafatar) dimotori orang yang sama, yaitu Ahmad Musadeq yang pernah mendirikan Al Qiyadah Al Islamiyah dan mengaku sebagai nabi. Dan menurut dia, mereka tidak akan sadar sepenuhnya dari keyakinan tersebut.
“Gafatar motornya tetap sama, tetap Ahmad Musadeq. Dan saya kira mereka tidak akan sadar secara sempurna,” ucap dia.
Sayangnya, dalam diskusi ini tidak disinggung sama sekali tentang adanya motif politik dari pihak-pihak tertentu dan operasi intelejen dalam NII maupun Gafatar. Serta pembahasannya masih mengeneralisasi antara gerakan NII dan Gafatar dengan gagasan pendirian Khilafah dan penegakan Syariah. [IB]