TEL AVIV, (Panjimas.com) – Pernyataan mengejutkan diungkap oleh Wakil Menteri Luar Negeri Israel, Tzipi Hotovely, hari Rabu, kemarin (16/03/2016) di depan SIdang Pleno Knesset, Parlemen Israel, bahwa ternyata pekan lalu Pejabat tinggi Deplu Israel secara diam-diam mengunjungi Jakarta, dan melakukan pembicaraan rahasia dengan pejabat Indonesia, dilansir oleh Haaretz.
Ini terungkap setelah anggota Parlemen Knesset menanyakan kepada Deplu Israel perihal ditolaknya kunjungan beberapa rombongan Kementerian Luar Negeri Indonesia ke Ramallah Palestina.
Wakil menteri Luar Negeri Hotovely mengatakan bahwa Direktur Departemen Luar Negeri Israel Divisi Asia, Mark Sofer, telah mengunjungi Jakarta secara diam-diam beberapa hari sebelum perjalanan Menteri Luar Negeri Israel Retno Marsudi direncanakan dalam upaya untuk mencapai pemahaman Israel-Indonesia berkaitan dengan kunjungan Retno ke Ramallah, Palestina.
“Sudah ada pemahaman yang jelas bahwa kunjungan [Retno Marsudi ini] ke Ramallah juga akan mencakup kunjungan ke Israel dan pertemuan dengan para pejabat senior Israel di Yerusalem,” kata Tzipi Hotovely. “Itu adalah pemahaman yang umum mengenai kunjungan ke Israel. Kunjungan ke Otoritas Palestina harus dilakukan dengan syarat timbal balik – yakni Kunjungan ke Yerusalem, dan kunjungan ke Ramallah”
Hotovely mencatat bahwa Menteri Luar Negeri Indonesia melanggar perjanjian dan memutuskan untuk melewatkan perjalanan ke Yerusalem.
“Dia [Retno Marsudi] mengerti bahwa dia akan melawan aturan yang telah ditetapkan Israel,” kata Hotovely. “Terlepas dari kenyataan bahwa Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik resmi dengan kami, Israel memiliki banyak rasa hormat untuk masyarakat Indonesia dan para pemimpinnya. Kami telah mempertahankan kontak dengan Indonesia pada serangkaian masalah, dan kami mengambil tindakan untuk memperbaiki hubungan setiap waktu.”
Selain itu, walaupun tidak memiliki hubungan diplomatik, tetapi hubungan Israel-Indonesia telah lama melibatkan bidang perdagangan dan pariwisata. Para pengusaha Israel sering mengunjungi Indonesia, dan pejabat senior pemerintah Israel juga telah melakukan beberapa perjalanan di sana.
Pada bulan Desember tahun 2013, Menteri Ekonomi Israel Naftali Bennett mengunjungi Indonesia. Pengusaha Indonesia mengunjungi Israel juga.
Bahkan, Minggu depan di akhir Maret 2016, delegasi wartawan senior Indonesia dijadwalkan akan tiba di Israel, atas undangan dari Kementerian Luar Negeri Israel.
Hubungan diam-diam Israel-Indonesia telah lama berjalan misalnya seperti dilansir Historia Id, terungkap bahwa Indonesia pernah membeli pesawat tempur jenis A-4E dan A4F SkyHawk dari Israel.
Mengutip Historia, Tak lama setelah menjabat Menhankam/Pangab, Jenderal M. Jusuf, menerima laporan mengenai tawaran membeli pesawat tempur jenis A-4E dan A-4F Skyhawk milik Angkatan Udara Israel dengan harga yang cukup murah.
“Menurut Jusuf, laporan itu didapat dari Asintel Hankam (Asisten Intelijen Pertahanan dan Keamanan) L.B. Moerdani, yang mempunyai jaringan baik dengan pihak Israel,” tulis Atmadji Sumarkidjo dalam biografi Jenderal M. Jusuf, Panglima Para Prajurit.
Jusuf menyetujui pembelian pesawat tempur itu. Tetapi, dia meminta Moerdani agar merancang skenario yang baik sehingga asal usul pembelian pesawat itu tidak diketahui masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim, dan pasti menentangnya. “Baru pada tahun 1979 informasi tersebut dilepas ke pihak Mabes (Markas Besar) TNI-AU,” tulis Atmadji.
Lain Jokowi, Lain Soekarno
Membuka lembar sejarah, jika pemerintah Indonesia era Presiden Jokowi mendukung ‘two state solution”, (solusi 2 negara), berbeda dengan Soekarno yang secara tegas menolak mengakui adanya Israel.
“Indonesia mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina sesuai solusi 2 negara dan berbagai resolusi PBB yang relevan,” kata Presiden Jokowi dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Mahmoud Abbas, di Jakarta, hari Ahad (06/03/2016).
Mengutip pernyataan penggiat Jejak Islam Beggy Rizkiansyah kepada Panjimas, “jika pemerintah mendukung solusi dua Negara maka mereka tidak belajar dari sejarah”.
“Soekarno dulu tidak pernah mengusulkan dua Negara untuk kemerdekaan Palestina. Karena itu sama saja dengan mengakui Israel,” kata Beggy Rizkiansyah kepada Panjimas, Selasa (08/03/2016).
Ia melanjutkan, jangankan mengusulkan dua Negara, timnas sepakbola Indonesia melawan Israel saja tidak diizinkan oleh Soekarno.
Selain itu, Beggy menjelaskan bahwa rakyat Indonesia telah memberikan dukungan terhadap Palestina sebelum Indonesia sendiri merdeka.
“Tahun 1938 PBNU telah mengeluarkan seruan kepada ormas dan partai Islam untuk bersikap tegas terhadap bangsa Zionis dan membantu rakyat Palestina,” jelasnya.
Beggy menambahkan selain PBNU, organisasi lain seperti Jong Islamieten Bond (JIB) yang digerakkan oleh Moh. Natsir juga mendukung Palestina dan menolak tembok ratapan dekat Masjid Al-Aqsha.
“Soekarno juga menyumbang 18 ribu dollar untuk renovasi Masjid Al-Aqsha, uang itu diserahkan kepada KH.Saifuddin Zuhri, Menteri Agama saat itu,” pungkas Beggy.[IZ]