SOLO, (Panjimas.com) – Gelombang tutunan pembubaran Detasemen Khusus (Densus) Anti Teror 88 semakin besar. Hari ini, Rabu (16/3/2016) giliran Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat M. iqbal, Gerakan Mahasiswa Pembebasan, Mahasiswa Pencinta Islam (MPI), Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) dan Pelajar Islam Indonesia (PII) bersatu menggelar aksi dibundaran Gladak Solo menuntut pembubaran densus 88.
Tuntutan pembubaran densus 88 bukan kali pertama dilakukan organisasi mahasiswa Islam. Bambang Pranoto Bayu, mengatakan Gerakan Mahasiswa Pembebasan Solo pernah menuntut pembunaran densus 88 tahun 2012 lalu. Katanya, “118 nyawa melayang ditangan satuan khusus yang di bentuk sejak 26 agustus 2004 itu. Hingga saat ini banyak kasus salah tangkap oleh densus 88, bahkan mengakibatkan hilangnya nyawa Siyono, Imam masjid Di Cawas Klaten.”
Lanjutnya sejumlah dalih diganakan Densus untuk melenyapkan seseorang. Dalih atas nama menjaga kamanan negara, melawan teroris menjadi senjata ampuh untuk melakukan eksekusi tanpa proses peradilan.
“Jika dilihat polanya, tidak perlu peyelidikan mendalam. Cukup dilabeli terduga, tekait, tersanga nyawa manusia di negeri ini seketika halal untuk dicabut,” tutur Bambang
Lebih lanjut Bambang mengatakan, 20 sepetember 2014 seorang bernama Nurdin Tewas di tembus timah panas Densus 88 saat menunaikan sholat ashar. Ditahun yang sama 12 orang yang tidak termasuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Densus 88 juga tewas. Hal teewasnya nyawa orang orang yang dilabeli predikat terduga teroris juga terjadi dalam penanhkapan di Jakarta, Bandung, Kendal, Kebumen.
Penistaan terhadap islam juga dilakukan dengan menjadikan Al Quran dan buku-buku bermuatan syariat Islam sebagai barang bukti tindak terorisme. Selain itu kriminalisasi terhadap islam juga tampak dari Kasus Bom Mall Alam Sutra yang tidak dijerat dengan undang undang terorisme.
“Kami menuntut agar densus 88 dibubarkan. Kaminjuga minta agar aparat densus yang terbukti melakukan pembunuhan di hukum,” ujar Bambamg
Hal senada juga disampaikan Adhytiawan Soeharto Ketua Umum HMI Komisariat M. Iqbal. Stigma buruk terhadap islam juga tidak lepas dari ulah BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). BNPT menjungkir balikan komitmen umat islam terhadap ajaran agama. Menurut adhyt seharusnya umat islam radikal terhadap ajaran agama.
Proyek Deradikalisasi dinilai Adhyt sebagai bentuk pendangkalan pemahaman agama pada umat Islam. Umat Islam dipaksa untuk tidak memahami ajaran agama secara mendalam.
“Sebab radikal itu artinya mengakar, Islam radikal berati islam yang mengakar, Islam yang mengakar ini wajib dilakukan umat muslim.” ujarnya
Adhyt menambahkan dengan membabi buta BNPT juga juga melabeli belasan pesantren dengan stigma teroris. Hal tersebut sangat mencederai umat islam.
Stigma buruk terhadap islam juga tidak lepas dari ulah BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). BNPT menjungkir balikan komitmen umat islam terhadap ajaran agama. Menurut adhyt seharusnya umat islam radikal terhadap ajaran agama.
Proyek Deradikalisasi dinilai Adhyt sebagai bentuk pendangkalan pemahaman agama pada umat islam. Umat islam dipaksa untuk tidak memahami ajaran agama secara mendalam.
“Sebab radikal itu artinya mengakar, islam radikal berati islam yang mengakar, islam yang mengakar ini wajib dilakukan umat muslim.” ujarnya
Adhyt menambahkan dengan membabi buta BNPT juga juga melabeli belasan pesantren dengan stigma teroris. Hal tersebut sangat mencederai umat islam. [RN]