MOSKOW (Panjimas.com) – Secara mendadak Presiden Vladimir Putin mengumumkan pada hari Senin (14/03/2016) bahwa “bagian utama” dari Angkatan Bersenjata Rusia di Suriah akan mulai menarik diri, Selain itu Putin juga memerintahkan para diplomat Rusia untuk berupaya meningkatkan dorongan bantuan perdamaian, terutama pada pembicaraan damai yang dimediasi PBB untuk mengakhiri perang 5 tahun itu, seperti dilansir oleh Reuters.
Mantan Agen KGB pada masa perang dingin ini secara mengejutkan memerintahkan pasukannya untuk keluar dari wilayah Suriah. “Saya meminta untuk memulai penarikan sebagian besar pasukan militer dari Suriah mulai besok,” ujar Putin pada hari Senin, (14/03/2016).
Pernyataan itu dilontarkan oleh Putin saat menggelar pertemuan dengan Menteri Pertahanan Sergey Shoigu dan Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov. Menurut Putin, alasannya menarik pasukan karena upayanya untuk melawan terorisme dan menginvasi di Suriah telah selesai.
Putin mengatakan prajuritnya telah menunjukkan profesionalisme dan kemampuan untuk mengatur pertempuaran dari jarak jauh. Dia berencana untuk lebih mengutamakan proses perdamaian di Suriah dengan negosiasi antara kekuatan politik. “Saya berharap keputusan hari ini akan menjadi sinyal yang baik bagi semua pihak yang saling bertentangan.
Putin juga telah memerintahkan Menteri Luar Negeri untuk berpartisipasi memecahkan permasalahan di Suriah.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan Presiden Vladimir Putin telah menelepon Bashar Al-Assad untuk memberitahukan keputusan penarikan pasukan. Putin berharap ada solusi untuk menyelesaikan masalah konflik di Suriah.
Sementara itu mengutip laporan Reuters, Damaskus menolak pandangan adanya keretakan hubungan rezim Assad dengan Moskow, pejabat Damaskus mengatakan Presiden Bashar al-Assad telah menyepakati “pengurangan” pasukan Rusia melalui panggilan telepon dengan Presiden Vladimir Putin.
Diplomat-Diplomat Barat berspekulasi bahwa Putin mungkin mencoba untuk menekan Assad untuk menerima penyelesaian politik terhadap perang yang telah berlangsung 5 tahun itu, yang menurut perhitungan PBB telah menewaskan 250.000 orang, meskipun para pejabat AS belum melihat ada tanda-tanda bahwa pasukan Rusia bersiap-siap untuk menarik diri.
Oposisi anti-Assad menyatakan Keheranan dengan sikap Putin, dengan seorang juru bicara Oposisi Suriah mengatakan, “Tidak ada yang tahu apa yang ada di pikiran Putin”.
Intervensi militer Rusia di Suriah yang dimulai sejak bulan September tahun lalu membantu mengubah arah gelombang perang dan sangat mendukung posisi rezim Syiah Nushairiyah Bashar al-Assad setelah berbulan-bulan keuntungan di Suriah barat didapay oleh kelompok pejuang dan para faksi mujahidin suriah, beberapa dari pejuang oposisi dibantu dengan perlengkapan militer asing termasuk rudal anti-tank buatan AS.
Putin telah membuat pengumuman mengejutkan, yang datang ke muka Amerika Serikat, pada pertemuan dengan Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri Rusia.
Pasukan Rusia sebagian besar telah memenuhi tujuan mereka di Suriah, kata Putin. Tapi ia tidak memberikan batas waktu untuk penyelesaian penarikan pasukan dan mengatakan bahwa pasukan akan tetap berada di pelabuhan dan pangkalan udara di provinsi Latakia Suriah.
Di Jenewa, mediator PBB Staffan de Mistura mengatakan kepada para pihak yang bertikai bahwa tidak ada “Plan B” selain kembali ke dalam konflik jika putaran pertama dari tiga pembicaraan yang bertujuan untuk menyepakati “peta jalan yang jelas” untuk Suriah gagal membuat kemajuan.
Vladimir Putin dan Presiden AS Barack Obama berbicara melalui telepon pada hari Senin (14/03/2016) tentang Suriah, dengan Kremlin mengatakan kedua pemimpin “menyerukan intensifikasi proses untuk “penyelesaian politik” terhadap konflik Suriah.
Gedung Putih mengatakan Obama menyambut baik penurunan kekerasan sejak awal kesepakatan gencatan senjata akan tetapi “menggarisbawahi bahwa transisi politik diperlukan untuk mengakhiri kekerasan di Suriah.”
Seorang pejabat AS, yang berbicara dengan syarat anonimitas, mengatakan Washington terdorong oleh pengumuman Putin tapi hal itu terlalu dini untuk mengatakan apa artinya, apakah Putin akan melaksanakannya dan apa yang mungkin telah memotivasi keputusan itu.
Putin mengatakan pada pertemuan di Kremlin bahwa ia memerintahkan penarikan mulai hari Selasa, (15/03/2016) dari “bagian utama kontingen militer kita”, tegasnya.
“Pekerjaan yang efektif dari militer kami telah menciptakan kondisi untuk memulai proses perdamaian,” kata Putin. “Saya percaya bahwa tugas yang diemban Kementerian Pertahanan dan Angkatan Bersenjata Rusia telah, secara keseluruhan, terpenuhi.”
Dengan partisipasi militer Rusia, Angkatan Bersenjata Suriah “telah mampu mencapai perputaran mendasar dalam memerangi terorisme internasional”, tambahnya.
‘Koordinasi Penuh’
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Putin telah menelepon Presiden Suriah untuk memberitahukan kepadanya tentang keputusan, namun kedua pemimpin tidak membahas masa depan Assad, yang diketahui merupakan hambatan terbesar untuk mencapai kesepakatan damai, Assad tetap bersikeras bertahan di posisinya.
Langkah mengejutkan Putin ini diumumkan saat sedang berlangungnnya pembicaraan damai di Jenewa, Swiss yang dimediasi PBB
Rezim Suriah menganggap semua kelompok pemberontak yang memerangi Assad sebagai teroris.
Pemberontak dan pejabat oposisi sama-sama bereaksi skeptis.
“Saya tidak mengerti pengumuman Rusia, itu kejutan, seperti cara mereka memasuki perang. Allah melindungi kita,” kata Fadi Ahmad, juru bicara Divisi Pesisir Pertama, kelompok Free Syrian Army (FSA) di barat laut.
Juru bicara oposisi Salim al-Muslat menuntut secara total penarikan pasukan Rusia. “Tidak ada yang tahu apa yang ada di pikiran Putin, tetapi intinya adalah dia tidak punya hak untuk berada di negara kami. Hanya Rusia harus segera pergi,” katanya.
Seorang diplomat Eropa juga skeptis. “keputusan Putin ini memiliki potensi untuk menempatkan banyak tekanan pada Assad dan momentum waktunya cocok,” kata diplomat itu.
“Namun, saya katakan berpotensi karena telah kita lihat sebelumnya terkait Rusia bahwa apa yang dijanjikan tidak selalu adlaah apa yang terjadi.”
Momentum Kebenaran
Pembicaraan Jenewa adalah yang pertama selama lebih dari dua tahun dan datang di tengah pengurangan pasukan dan ditandai dengan pertempuran setelah “gencatan senjata” bulan lalu , yang disponsori oleh Washington dan Moskow dan diterima oleh pemerintah Assad dan banyak pihak Oposisi.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin, menegaskan beberapa pasukan akan tinggal di Suriah. “Kehadiran militer kami akan terus berada di sana, itu akan diarahkan sebagian besar pada memastikan bahwa gencatan senjata, penghentian permusuhan, tetap dipertahankan,” katanya kepada wartawan di kantor PBB di New York.
Namun ia menambahkan, “diplomasi kami telah menerima berbaris perintah untuk mengintensifkan upaya kami untuk mencapai penyelesaian politik di Suriah.”
Berbicara sebelum pengumuman Putin, mediator PBB di Jenewa, de Mistura mengatakan Suriah menghadapi momentum kebenaran, karena saat ia membuka pembicaraan untuk mengakhiri perang yang telah membuat setengah populasinya mengungsi, bahkan mengirim para pengungsi mengalir ke Eropa dan merubah Suriah menjadi medan perang bagi pasukan asing dan para jihadis.
Gencatan senjata terbatas, yang tidak termasuk dengan kelompok Islamic State (IS) dan Jabhat al Nusra, adalah gencatan senjata yang rapuh. Pihak yang berperang telah menuduh satu sama lain terkait beberapa pelanggaran dan mereka tiba di Jenewa dengan apa yang terlihat seperti agenda yang tak terdamaikan.
Akan tetapi sumber-sumber lokal Suriah telah mengklaim bahwa pasukan rezim Assad terus menyerang posisi-posisi pihak oposisi meskipun perjanjian telah mulai berlaku.
Setidaknya ada sebanyak 477 pelanggaran dari kesepakatan tersebut telah direkam sejak kesepakatan penghentian permusuhan mulai berlaku, demikian menurut laporan Syrian Network for Human Rights (SNHR), Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia.
Oposisi Suriah mengatakan pembicaraan damai harus fokus untuk menyiapkan badan transisi dengan kekuasaan eksekutif penuh, dan bahwa Assad harus meninggalkan kekuasaan pada awal transisi. Damaskus mengatakan pihak Oposisi Assad tertipu jika mereka berpikir mereka akan mengambil kekuasaan di meja perundingan. [IZ]