SUKOHARJO, (Panjimas.com) – Mahasiswa Pecinta Islam (MPI) Solo menggelar kajian Islam “LGBT Marak, Bagaimana Sikap Pemuda?” pada Ahad (13/3/2016) di Masjid An-Nuur, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Sebagai pembicara, Ustadz Edi Wirastho, M.PI menyampaikan bahwa organisasi LGBT pertama di Indonesia lahir di Solo.
“Di Solo pada tahun 1982 berdiri tiga organisasi gay dan waria, dan itu yang pertama di Indonesia,” ucap Edi.
Kaum LGBT, dikatakannya bahwa mereka membuat teori bahwa orientasi seks sejenis adalah pemberian Tuhan yang tak bisa diubah. Mereka menunjukkan hasil penelitian tentang kromosom dan gen gay, dan menyebarluaskannya. Namun kemudian teori tersebut terbantahkan oleh penemuan yang lebih mutakhir, yang menunjukkan bahwa kecenderungan orientasi seks sejenis adalah faktor pola asuh dan lingkungan.
“Ada klien kami yang karena faktor pola asuh… maka harus hati-hati (dalam mengasuh anak, red), laki-laki diperlakukan sebagai laki-laki, perempuan diperlakukan sebagai perempuan,” tutur dia.
Sedang faktor lingkungan, Edi memberi contoh kliennya yang lain. Yakni seorang remaja pria yang pernah menjadi korban sodomi. Awalnya sebagai korban, namun lama-lama menikmati dan ketagihan. Kemudian mencari korban.
Dia pun mencontohkan Irsyad Manji, seoranglesbian pegiat feminisme yang digandrungi kaum liberalis.
“Irsyad Manji dalam salah satu buku biografinya mengatakan bahwa masa lalunya diwarnai perlakuan keras ayahnya,” ungkap pengurus Yayasan Peduli Sahabat ini.
Maka lanjut dia, Irsyad kemudian merasa mendapatkan kenyamanan hanya dengan wanita, dan dia pun menjadi lesbian.
Akhirnya Edi menegaskan bahwa kecenderungan seksual sejenis bisa disembuhkan walau membutuhkan waktu dan kesabaran. Terbukti, Yayasan Peduli Sahabat yang sudah berkiprah selama lima tahun telah berhasil membantu klien-kliennya kembali normal.[IB]