JAKARTA (Panjimas.com) – Sejumlah ulama dari Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ) menemui Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon untuk meminta agar DPR ikut berperan dalam mengatasi kasus pemberantasan korupsi khususnya kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok).
“Kedatangan kami untuk mengajak sekaligus mengingatkan DPR agar ikut berperan dalam mendorong supaya KPK dalam menegakkan hukum tidak pandang bulu, dan tidak ada yang diistimewakan,” kata Ketua GMJ, KH Fachrurrozi Ishaq saat pertemuan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/3/2016).
Ahok dinilai telah terlibat dalam sejumlah kasus, salah satunya kasus dugaan korupsi dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku lembaga resmi negara sudah mengeluarkan hasil audit terhadap kasus tersebut, hasilnya BPK menemukan adanya penyimpangan sejak tahap perencanaan, penganggaran, pembentukan tim dan pengadaan pembelian lahan RS Sumber Waras.
Selama ini, kata Kyai Fachrurrozi, hasil audit BPK biasanya langsung dijadikan dasar untuk memeriksa seseorang. “Lalu kenapa tidak dilakukan KPK terhadap Ahok, apakah disini ada warga yang istimewa?” ujarnya mempertanyakan.
Sebelumnya, GMJ sudah mendatangi KPK untuk mempertanyakan kasus ini, namun hingga saat ini belum ada tindaklanjutnya dari KPK. “Oleh karena itu kami minta DPR untuk memanggil KPK kenapa masalah ini dibiarkan, padahal sudah ada data yang valid dari BPK,” jelas Kyai Fachrurrozi.
Menurutnya, upaya ini dalam rangka untuk menegakkan hukum bukan untuk kepentingan politik. “Apabila kita melihat kemunkaran itu tidak boleh dibiarkan, jadi KPK harus menegakkan hukum karena kalau tidak, mereka akan berhadapan dengan rakyat,” tegasnya.
Selain Kyai Fachrurrozi, tokoh yang ikut pertemuan tersebut antara lain KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie (Pimpinan Perguruan As Syafiiyah), KH Cholil Ridwan (Mantan Ketua MUI Pusat), KH Muhammad al Khaththath (Sekjen FUI), Habib Muchsin bin Zaid (Imam FPI Jakarta), KH Munawir Aslih (Dewan Syuro GMJ), Munarman (Advokat Senior), Aru Syeif Assadullah (Wartawan Senior) dan lainnya.
Sementara itu, advokat senior Munarman,SH yang turut hadir dalam pertemuan tersebut menyayangkan sikap KPK yang terkesan “mandul” terhadap sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan Ahok.
“Kita menyayangkan KPK, dalam kasus Rumah Sakit Sumber Waras lewat audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sudah mencapai audit investigatif justru malah mandul terhadap dugaan kasus korupsi yang dilakukan Plt Gubernur saat itu yaitu Basuki Tjahja Purnama,” kata Munarman.
Ia mengungkapkan, tidak hanya kasus Sumber Waras, tetapi ada kasus lainnya yang dilakukan Ahok dengan melakukan negosiasi langsung bukan melalui perangkat daerahnya dan tidak sesuai prosedur yang benar secara birokasi.
“Pertama, penetapan nilai penyertaan modal penyerahan aset Pemprov DKI kepada BUMD Trasnjakarta senilai Rp. 1,6 triliun. Kedua, penyerahan aset Pemprov DKI berupa tanah 234 meter dan tiga blok apartemen yang nilainya Rp. 8,5 miliar. Dan pengadaan tanah RS Sumber Waras, yang kerugiannya mencapai 191 miliar. Totalnya kurang lebih 1,8 triliun,” ungkap Munarman.
Bahkan, menurutnya, dalam kasus Sumber Waras, muncul pihak-pihak yang meragukan hasil audit BPK tersebut. “Ada LSM-LSM komparador, antek-antek asing, yang melakukan konferensi pers minta audit BPK itu ditinjau ulang, ini keanehan yang luar biasa. Kenapa, sepengalaman saya sebagai pengacara, dengan modal audit BPK itu sudah ratusan kepala daerah itu diproses hukum, padahal ada sebagian kerugian negaranya sudah dikembalikan tapi tetap saja diproses, tajam sekali hukum terhadap mereka,” jelasnya.
Karenanya, ia menyayangkan KPK yang belum memproses kasus Ahok tersebut padahal buktinya sudah cukup kuat. Ia pun meminta DPR agar turut andil dalam mengungkap kasus korupsi ini. “Jadi ini yang kita minta, ada perlakuan yang adil dalam penegakkan hukum,” tandasnya. [AW]