KARANGANYAR, (Panjimas.com) – Gara-gara Kades menuduh guru TPQ sebagai teroris, para santri berhenti mengaji. Hal tersebut terjadi di Desa Koripan, Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah. Kepala Dusun (Kadus) bernama Suryanto menuduh empat warganya yang pengajar TPQ terlibat jaringan teroris tanpa dasar yang bisa dipertanggungjawabkan.
Tidak main-main, tuduhan itu dilontarkan dalam forum resmi rapat RT. Suryanto menunjuk empat nama dan menyampaikan kepada warga agar waspada terhadap mereka, serta berkata bahwa guru-guru TPQ tersebut tidak diperbolehkan mengajar lagi.
Maka isu tersebut segera beredar luas dan orang-orang di pasar gencar membicarakannya.
“Kami guru-guru TPA (TPQ, red) ini malah nggak tahu. Tahunya malah dari orang pasar, dari ibu teman yang bilang kalau Pak Kadus menunjuk nama-nama, bahwa mereka terlibat teroris,” ungkap Heru, salah satu tertuduh, usai audiensi di Polsek Matesih, Senin (29/2/2016) siang.
Dan dampak negatif langsung berimbas. Jumlah santri TPQ menurun karena orang tua mereka melarang anak-anaknya mengaji kepada guru-guru tersebut.
“Ya kami tetap mengajar, karena kami nggak tahu sebelum dengar dari orang pasar,” kata dia.
Heru menilai wajar bila para orang tua santri bersikap demikian.
“Orang desa kan jadi mikir, jangan-jangan anak saya nanti dijadikan seperti dia, seperti itu,” imbuhnya.
Padahal keberadaan TPQ sangatlah penting bagi keselamatan masa depan generasi muda. Jika tidak ada kegiatan mengaji, dikhawatirkan anak-anak akan menjadi nakal karena pengaruh lingkungan. Bahkan dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah anak Punk.
“Kalau nggak ada TPA (TPQ, red) kita semua akan rugi. Nanti anak-anak ini akan jadi nakal, dan akan bertambah yang menjadi anak Punk,” ujar salah seorang guru TPQ dalam audiensi di Polsek. [IB]