GAZA, (Panjimas.com) – Wakil Pemimpin HAMAS Ismail Haniyeh mengatakan pada hari Jumat (26/02/2016) bahwa perbatasan Jalur Gaza dengan Mesir telah menjadi lebih aman dengan adanya keputusan politik.” Dia meminta pihak berwenang Mesir untuk membuka persilangan Rafah dan memfasilitasi kehidupan normal para penduduk di wilayah Gaza ini, demikian seperti dilansir oleh MEMO.
Ismael Haniyeh memberikan beberapa pernyataan penting HAMAS selama perayaan yang diselenggarakan di kota wilayah selatan Rafah yang berdekatan dengan Semenanjung Sinai, Mesir.
“Kami tidak memiliki peran militer atau keamanan di Sinai atau di Rafah, Mesir,” katanya.
“Kami tidak mengizinkan siapa pun mengacaukan Mesir di masa lalu, dan kami tidak akan membiarkan siapa pun untuk melakukannya di masa depan.”
Haniyeh menekankan bahwa gerakannya mempertahankan “hubungan baik” dengan Mesir dan membantah adanya isu bahwa HAMAS turut campur tangan dalam urusan internal Mesir; ia menambahkan bahwa kebijakan tersebut ditegakkan oleh HAMAS terhadap semua negara-negara Arab lainnya.
Dalam pidatonya yang mencakup berbagai permasalahan, Ismail Haniyeh mengutuk keras pembunuhan mantan tahanan Palestina Omar Al-Naif di Kedutaan Palestina di Bulgaria. Haniyeh menggambarkan insiden tersebut sebagai “stigma memalukan” dan bukti yang memberatkan terkait kejahatan Israel yang sedang berlangsung terhadap rakyat Palestina.
Dalam permasalahan ini, Ismail Haniyeh meminta pertanggungjawaban pihak Otoritas Palestina terkait insiden pembunuhan itu, dan ia menyerukan penyelidikan mendalam atas insiden tersebut dan menuntut agar para pelakunya dapat diproses se-adil-adilnya.
Mantan Perdana Menteri Palestina periode 2006-2007 ini juga memberikan penghormatan kepada seorang tahanan Mohamed Al-Qeeq, yang mengakhiri aksi mogok makan 94 hari pada hari Jumat (26/02/2016). Haniyeh memprotes penahanan Al-Qeeq di fasilitas penahanan administratif Israel.
Mengenai gerakan Intifada yang sedang berlangsung di wilayah Tepi Barat dan Yerusalem yang diduduki zionis Israel, Ismael Haniyeh menegaskan bahwa HAMAS “sepenuhnya mendukung Intifada,” ia pun menggambarkannya sebagai sebuah “strategi balasan terbesar” yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Adapun terkait masalah rekonsiliasi nasional HAMAS-FATAH, Ismail Haniyeh mengatakan bahwa HAMAS tetap benar-benar berkomitmen untuk mencapai kesepakatan itu atas dasar “kemitraan penuh dan saling pengakuan.”
Dia menyesalkan fakta bahwa unsur-unsur internal Fatah masih menolak untuk mengakui HAMAS sebagai elemen militer, politik dan kekuasaan demokratis yang sah. [IZ]