WASHINGTON, (Panjimas.com) – Seorang mantan Direktur CIA (Central Intelligence Agency), Badan Pusat Intelijen Amerika baru-baru ini mengatakan bahwa perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat setelah peristiwa Perang Dunia ke-2 (World War II) mulai berantakan, dan ini dapat mengubah garis-garis perbatasan beberapa Negara di kawasan Timur Tengah.
“Apa yang kami lihat di sini adalah proses perubahan mendasar tatanan dunia internasional,” kata Michael Hayden kepada CNN
“Kami melihat pasca Perang Dunia ke-2, berubah totalnya sistem liberal Bretton Woods Amerika. Kami secara pasti melihat berubahnya garis-garis perbatasan jika dilihat sejak perjanjian Versailles dan Sykes-Picot.
“Saya sangat gemar mengatakan bahwa Irak tidak ada lagi, Suriah tidak ada lagi; wilayah mereka tidak akan kembali seperti semula. Lebanon tertatih-tatih dan Libya sudah lama hilang. ”
Michael Hayden menggambarkan situasi tatanan dunia internasional saat ini sebagai sebuah “momen tektonik”. “Dan dalam situasi layaknya pergeseran tektonik itu, kita kemudian juga sedang menghadapi perang melawan terorisme; ini adalah situasi yang sangat kompleks. ”
Dia menjelaskan bahwa ada 2 front dalam peperangan hari ini. “Cara saya berpikir tentang hal ini, kami orang Amerika dengan latar belakang militer kita, menyebut salah satu elemen sebagai pertempuran jarak dekat (Close Battle) dan elemen yang lain adalah pertempuran jarak jauh mendasar (Deep Battle). “Close Battle” adalah yang Anda dan saya dapat melihat setiap harinya, itulah fragmentasi panas melawan orang-orang yang telah yakin bahwa mereka ingin datang membunuh kami (AS), dan terus terang, kami cukup baik pada pertempuran yang satu itu. ”
Namun, ia mengatakan bahwa AS “tidak bagus” dalam hal pertempuran dalam “Deep Battle”. “Itulah tingkat jumlah produksi orang-orang yang ingin datang membunuh kami (Warga AS) di 3, 5 atau 10 tahun mendatang. Secara mendasar, masalahnya disana adalah itu bukanlah pertempuran kami. ” [IZ]