NEW YORK, (Panjimas.com) – Human Rights Watch (HRW), organisasi LSM yang berbasis di kota New York, AS hari Rabu (23/02/2016) menekankan bahwa intitusi Pengadilan Mesir sedang dieksploitasi untuk menghukum lawan-lawan politik Rezim As-Sisi, seperti dilansir oleh MEMO.
Organisasi LSM Internasional ini mencontohkan adanya ekploitasi dan penggunan intitusi Pengadilan sebagai alat Politik Rezim seperti dalam kasus maraknya hukuman seumur hidup dijatuhkan. Hal ini Jelas tampak kesalahannya adalah pada kasus dimana seorang balita divonis hukuman seumur hidup.
Seperti diberitakan Panjimas sebelumnya, bahwa dilaporkan seorang anak berusia 4 tahun diidentifikasi bernama Ahmed Mansour Qarni menjadi salah satu dari 116 Warga Mesir yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup secara in absentia (proses pengadilan dimana terdakwa tidak dihadirkan secara fisik dalam persidangan), Hari Selasa (16/02/2016).
Pengadilan Militer Mesir mendakwa 116 tahanan itu dengan tuduhan pembunuhan, perusakan properti dan menghasut kerusuhan serta demonstrasi pada tanggal 3 Januari 2014, ini berarti seorang balita yang saat ini memasuki usia 4 tahun itu dituduh melakukan aksi-aksi perusakan, pembunuhan, dan demonstrasi saat ia akan berumur 1,5 tahun, benar-benar tak masuk akal.
HRW menjelaskan bahwa Pengadilan Militer Kairo memimpin sidang massal terhadap 116 terdakwa, termasuk seorang balita Ahmed Mansour Korrani Shararah, mengeluarkan putusan setelah penyidik dan jaksa gagal untuk menghapus nama anak, “meskipun mereka tahu hal itu adalah sebuah kesalahan.”
“Kasus ini mencontohkan banalitas represi dalam Rezim Mesir hari ini,” kata Joe Stork, Wakil Direktur HRW khusus kawasan Timur Tengah.
“Polisi, jaksa dan hakim bahkan tidak perlu repot-repot untuk memeriksa dasar fakta-fakta terkait hal ini seperti mereka sedang terburu-buru mengantarkan para terdakwa kedalam penjara.”
Pengacara Pembela para terdakwa menjelaskan bahwa Kepolisian menggerebek rumah keluarga anak ini untuk melakukan penangkapan pada tahun 2014, meyakini dia akan menjadi dewasa. Ketika ayah Ahmed menunjukkan petugas akta kelahiran anaknya, mereka sebaliknya malah menangkap ayahnya dan terus menahannya selama 4 bulan.
Menurut pengacara balita tersebut, Pengadilan Militer menolak untuk menerima dokumen yang membuktikan usia Ahmed Mansour Qarni.
Pengacara Ramadhan Farhat mengatakan bahwa Ahmed Qarni lahir pada bulan September 2012. Ia telah memberikan akte kelahiran Qarni ke Pengadilan akan tetapi pihak pengadilan mengabaikan dokumen dan tetap mengeluarkan keputusan.
“Menanggapi pengawasan kritis media, Rezim Mesir telah menawarkan penjelasan lengkap,” kata perwakilan HRW.
Human Rights Watch (HRW) mencatat bahwa seorang juru bicara militer Mesir mengatakan dalam sebuah pernyataan melalui akun Facebook-nya pada hari Minggu (21/02/2016) bahwa terpidana dalam kasus ini bukan anak 3 tahun tetapi seorang mahasiswa 16 tahun yang melarikan diri sebelum polisi berusaha menangkapnya di 2014.
“Juru bicara itu tidak menjelaskan mengapa polisi pada tahun 2014 telah pergi ke rumah balita berusia 3 tahun atau menjelaskan mengapa menangkap ayahnya,” tambah HRW.
Banyak orang meyakini bahwa kasus ini akan menimbulkan keprihatinan serius dan mendalam tentang pengabaian kehidupan kemanusiaan dalam sistem Peradilan yang disfungsional.
Menurut Amnesty International, 100.000 warga Mesir dari pihak oposisi telah dipenjarakan selama 1 tahun terakhir ini saja. [IZ]