JAKARTA, (Panjimas.com) – Budayawan yang juga pengamat politik, Ridwan Saidi, meminta pemerintah pusat maupun Pemprov DKI membongkar monumen perjuangan laskar Tionghoa di Taman Mini Indonesia Indonesia (TMII) Jakarta Timur (Jaktim) yang baru saja diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pada Sabtu (14/11/2015). Sebab, katanya, hal itu hanya akan menciptakan konflik Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA).
“Monumen ini harus dibongkar oleh pemerintah. Jangan main SARA dalam pahlawan,” kata Ridwan Saidi kepada Harian Terbit, Senin (16/11/2015).
Apabila pemerintah membiarkan monumen itu berdiri, menurutnya, Mendagri yang meresmikan monumen itu harus bertanggungjawab apabila terjadi konflik SARA kedepannya.”Ini Mendagri sama saja membuat gelar pahlawan baru, pahlawan SARA yang dibuat di dalam negeri,” sesalnya.
Dia menegaskan, pahlawan di Indonesia tidak boleh dikotak-kotakkan atas adanya monumen ini. Sebab, hal itu sama menimbulkan diskriminasi antar etnis di Indonesia. Maka dari itu, dia mempertanyakan maksud dari Mendagri Tjahjo Kumolo meresmikan monumen ini dengan dalil menghargai jasa-jasa pahlawan dari etnis Tionghoa.
“Jangan dikotakan kalau pahlawan untuk Indonesia. Ini maksudnya apa? Nanti itu terjadi diskriminasi. Semua etnis nanti minta monumen semua,” tuturnya.
Selain itu, tambahnya, masalah pahlawan ini sudah terdapat di pemerintahan yang menanganinya, yakni Kementerian Sosial (Kemensos). Sehingga, Mendagri tidak perlu ikut campur dalam masalah. ”Kalau mau lihat siapa saja pahlawan dari Tionghoa, kan daftarnya ada di Kemensos,” ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Hanura (FHanura) yang membidangi masalah pendidikan dan pariwisata, Dadang Rusdiana tidak mempermasalahkan adanya monumen laskar perjuangan Tionghoa ini di TMII.
”Ya tidak masalah kalau ditujukan pada penghargaan komunitas tionghoa yang ikut berjuang kemerdekaan bangsa ini,” kata pria yang biasa disapa Darus ini.
Sekretaris F-Hanura di DPR ini justru berpandangan, pihak-pihak yang mempermasalahkan hal ini menciptakan diskriminasi dan konflik SARA.
”Ini kan untuk menghargai bahwa kemerdekaan itu semua unsur terlibat, termasuk Tionghoa. Justru yang mempersoalkan itu berarti diskriminatif,” tegasnya.
Seharusnya sebagai bangsa yang maju, katanya, Indonesia harus sudah selesai mempersoalkan masalah pribumi dengan non pribumi. Sebab, Indonesia adalah negara yang menjunjung kedaulatan hukum dan berazazkan pancasila.
“Jadi, semua warganegara bersamaan kedudukannya dimata hukum, apapun asal etnisnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo meresmikan Monumen Perjuangan Laskar Tionghoa di Taman Budaya Tionghoa di TMII Jaktim. Tjahjo menyambut baik pembangunan monumen ini sebagai bentuk perjuangan kepada pejuang bangsa.
“Monumen ini sangat penting karena mengingatkan siapa leluhur kita, perjuangan bangsa kita melawan penjajah,” kata Tjahjo di TMII, Jaktim, Sabtu (14/11/2015).
Tjahjo mengatakan, pembangunan monumen ini juga harus dijadikan sebagai momentum persatuan dan kesatuan bangsa. Menurutnya, sudah tidak ada lagi permasalahan ras, suku dan agama di tanah air ini. “Jangan sampai kita tercerai berai karena keberagaman, kita harus hidup penuh kedamaian. Tidak ada lagi mayoritas dan minoritas!” tegasnya.
Monumen ini sendiri menceritakan tentang perjuangan laskar Tionghoa dan Jawa dalam melawan VOC Belanda yang menjajah bangsa Indonesia. Monumen ini menceritakan perjuangan bangsa selama tiga tahun yaitu pada tahun 1740-1743 dalam mengusir VOC.[RN]