YOGYAKARTA, (Panjimas.com) – Dalam mensikapi gerakan LGBT yang massif belakangan ini, Majelis Ulama Indonesia DI Yogyakarta mengeluarkan Pernyataan Sikap bernomor B-451/MUI-DIY/II/2016 dan bertanggal 17 Pebruari 2016. Panjimas.com menerima naskah pernyataan tersebut pada Selasa (23/2/2016), dan meringkas isinya sebagai berikut.
Berlandaskan Al-Qur’an surat. Al-Ankabut: 31-35 dan Al-Hijr: 73-74, MUI DIY menyatakan tujuh hal berkenaan dengan LGBT dan GALHA, yakni:
- Menurut QS. An-Nisa’ ayat 1 dan Al-Hujarat ayat 13, jenis kelamin manusia hanya dibagi menjadi dua, laki-laki dan perempuan. Kebenaran Al-Qur’an ini dibuktikan dengan hasil penelitian mengenai DNA.
- Bila ada jenis ketiga (gay dan lesbian), maka itu hal yang tidak normal dan artinya sakit. Maka yang bersangkutan wajib berobat. Dan mereka harus disayangi, tidak dibenci, dikucilkan, dlsb. Gay dan lesbian timbul karena pengaruh lingkungan dan budaya, dan yang dominan adalah lingkungan keluarga. Maka pendidikan dalam keluarga menjadi sangat penting.
- Perkawinan sejenis adalah penyimpangan dan kesesatan, karena bertentangan dengan Al-Qur’an. Bila hal itu terjadi, maka akan dilaknat oleh Allah SWT (QS. Al-Ankabut: 31-35, Al-Hijr: 73-74).
- Gerakan LGBT mencari pengikut dan dukungan untuk mendapatkan pengakuan, dan memperjuangkan legalitas kawin sejenis dengan berlindung pada HAM. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 28j UUD 45, yang menyatakan bahwa HAM tidak diterima dan harus ditolak bila bertentangan dengan UU, agama, budaya, dan nilai-nilai luhur bangsa yang berlaku di NKRI.
- Kampanye LGBT yang banyak ditujukan kepada generasi muda adalah melanggar hak asasi anak dan bertentangan dengan UU Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2009, dan bisa dipidanakan.
- Mengharap kepada negara (pemerintah) agar menghentikan kampanye LGBT dan tidak akan melegalkan kawin sejenis, karena melanggar UU Perkawinan, UUD 45, Pancasila, dan tentu melanggar agama.
- Paham yang bertentangan dengan agama-agama yang diakui di Indonesia adalah termasuk penodaan agama dan harus dilarang dan dipidanakan berdasarkan UU Penodaan Agama.
Demikian ringkasan ketujuh poin pernyataan sikap Majelis Ulama Indonesia DIYogyakarta. [IB]