LONDON, (Panjimas.com) – Burmese Rohingya Organisation UK, Organisasi LSM Advokasi Muslim Rohingya di Inggris hari Kamis pekan lalu (18/02/2016) telah menerbitkan sebuah pernyataan sikap dan rekomendasi terhadap pemerintahan baru Myanmar yang dipimpin oleh NLD (National League Democracy), yang akan mengambil alih kekuasaan pada bulan April mendatang.
Sebagaimana dilansir oleh Mizzima, LSM advokasi Muslim Rohingya yang berbasis di Inggris itu menyerukan pemerintahan pimpinan NLD untuk mengambil langkah-langkah praktis untuk mulai menangani pelanggaran hak asasi manusia terhadap Muslim Rohingya.
Dalam pernyataan pers-nya, tertanggal 18 Februari 2016, BRO mengatakan bahwa untuk menyelidki akar penyebab prasangka dan pelanggaran HAM terhadap Muslim Rohingya akan memakan waktu bertahun-tahun.
Akan tetapi, mereka mengatakan, untuk memulai proses ini, dan untuk segera menyelamatkan dampak langsung banyak nyawa Muslim Rohingya dan mengurangi pelanggaran HAM, ada langkah-langkah praktis bagi pemerintahan NLD yang dapat diambil dalam 6 bulan pertama.
4 poin yang diajukan oleh Burmese Rohingya Organisation UK adalah sebagai berikut :
Pertama. Aksi penentangan terhadap pidato dan ujaran kebencian serta aksi para ekstremis
Ini termasuk dalam upaya pemerintah mengambil tindakan untuk mencegah pidato kebencian dan berbagai hasutan kekerasan, dan menunjukkan kepemimpinan moral, Aung San Suu Kyi dan para pemimpin NLD lainnya secara pribadi dan secara khusus perlu berbicara menentang prasangka dan kebencian, dan menantang narasi dari nasionalis ekstrimis Buddha.
Kedua. Memastikan adanya akses kemanusiaan
Segera mengangkat semua pembatasan-pembatasan akses pada operasi-operasi lembaga bantuan internasional dan juga mulai mencurahkan lebih banyak sumber daya pemerintah untuk membantu para pengungsi Rohingya dan para penduduk desa yang terisolasi.
Ketiga. Reformasi atau Pencabutan UU Kewarganegaraan tahun 1982
Kurangnya hak kewarganegaraan penuh ini merupakan akar dari sebagian besar diskriminasi yang dihadapi oleh Muslim Rohingya. Tidak ada jalan dimana masalah ini dapat dihindari, dan itu jauh lebih baik bahwa pemerintahan pimpinan NLD mendatang dapat melakukan reformasi atau pencabutan UU Kewarganegaraan 1982 tersebut dan bersepakat dengan pencabutan itu pada awal periode mereka di pemerintahan ketika mereka memiliki mandat yang baru, penuh dan kuat, serta persatuan Partai yang kuat, dan penyelenggaraan Pemilu masih bertahun-tahun lagi. Ini harus ditangani di beberapa titik. Lebih baik hal itu dilakukan ketika pemerintahan pimpinan NLD dalam kondisi kuat.
Keepat. Keadilan dan Akuntabilitas
Sebuah pemerintahan yang dipimpin NLD mendatang harus menyiapkan investigasi independen yang kredibel dengan para ahli internasional untuk menyelidiki kejahatan-kejahatan terhadap Muslim Rohingya ini dan mengusulkan rencana tindakan aksi. Jika pemerintahan pimpinan NLD gagal untuk melakukannya, PBB harus membentuk Komisi Penyelidikan Independen.
Berkas pengarahan dari Burmese Rohingya Organisation UK juga menganalisis pendekatan NLD dan pihak Militer terhadap masalah Muslim Rohingya, dan juga mengenai hasil Pemilu yang mengungkapkan tentang massifnya prasangka anti-Rohingya dan anti-Muslim di Negara itu.
Menurut LSM yang berbasis di Inggris itu, hasil tersebut muncul untuk memperkuat sesuatu yang mereka telah lama yakini sebelumnya, yang mana bahwa sementara prasangka kebencian terhadap Muslim tersebar luas, belum tentu hal itu telah mendalam. Prasangka terhadap Rohingya lebih besar dari Umat Islam pada umumnya, tetapi tidak menjadi perhatian tertinggi bagi banyak penduduk Rakhine.
Prasangka yang ada tetap tersebar luas, tapi bagi dalam beberapa waktu masih di bawah permukaan. Biasanya, ini menjadi meluas ke permukaan ketika prasangka dan kebencian terhadap Umat Islam dan Rohingya dibakar dan dipropagandakan oleh para ekstrimis politik dan agama. Ini adalah proses top down (proses propaganda dari tingkat atas ke bawah), bukanlah proses yang bottom up yang merupakan ekspresi ketegangan dari akar rumput (kalangan masyarakat bawah).
Selama beberapa dekade Rezim dan pemerintahan berganti berturut-turut di Myanmar , telah menerapkan kebijakan twin-track, yakni pemiskinan dan pelanggaran hak asasi manusia dalam rangka upaya untuk mengusir Muslim Rohingya dari Negara ini. Sejalan dengan itu, dibawah pemerintahan Presiden Thein Sein pelanggaran HAM terhadap Muslim Rohingya meningkat tajam, ini terjadi ketika Thein Sein berusaha untuk menggunakan kampanye “Nasionalisme Buddha” dan prasangka anti-Muslim di Negara itu untuk memenangkan dukungan publik.
Pemerintahan pimpinan NLD mendatang menyajikan adanya kesempatan pertama kalinya dalam beberapa dekade, untuk tidak hanya menghentikan eskalasi kebijakan dan undang-undang anti-Muslim Rohingya, tetapi juga melakukan hal sebaliknya mengakui keberadaan Muslim Rohingya dan mengembalikan hak kewarganegaraanya, serta mengakhiri pelanggaran hukum internasional dan menerapkan aturan hukum juga standar HAM internasional.
“Saat Pemilu rakyat memilih untuk sebuah harapan, tidak untuk membenci,” kata Tun Khin, Presiden Burmese Rohingya Organisation UK.
“Masalah Rohingya ini tidak terselesaikan karena banyak diplomat dan pengamat mencoba untuk berdebat. Jika ada kepemimpinan moral yang kuat dan tindakan melawan pidato kebencian dan hasutan, akan memungkinkan untuk mengambil langkah-langkah praktis untuk mulai mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia terhadap Rohingya.”, kata Tun Khin
“Ada kesempatan unik untuk membuat kemajuan nyata tetapi jikalau perdebatan memenangkan pihak yang mendukung pendekatan yang lembut dan lambat, maka kesempatan itu akan hilang dan krisis serta penderitaan akan terus berlangsung selama bertahun-tahun. “, demikian menurut Tun Khin, Presiden Burmese Rohingya Organisation UK.[IZ]